Berita  

Asosiasi Pengusaha Tambang Nganjuk Tepis Isu Monopoli dan Luruskan Polemik Soal Armada Lokal

Nganjuk, SRTV.CO.ID – Belakangan ini mencuat opini yang dihembuskan pihak tertentu, dengan menyebut telah terjadi monopoli usaha tambang di Kabupaten Nganjuk.

Menanggapi hal itu, Arif Wibowo, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Tambang Nganjuk mengatakan, bahwa anggapan tersebut keliru. Ia menegaskan tidak pernah ada monopoli tambang di Kabupaten Nganjuk.

“Kita sebagai pengurus asosiasi tahu betul, tidak ada yang namanya monopoli (tambang). Itu yang diopinikan LSM dan lain sebagainya itu tidak ada,” ujar Arif Wibowo, kepada wartawan Selasa (4/2/2025).

Adapun terkait kenaikan harga, Arif menyebut hal itu sebenarnya adalah penyesuaian yang mengacu pada kebijakan Gubernur Jawa Timur. Yakni, dari harga Rp 200 ribu menjadi Rp 300 ribu.

“Kalau kita pakai harga satuan terendah Rp 20 ribu per kubik, atau Rp 200 ribu per 10 kubik, itu pajak kita bagaimana? Pajak untuk tahun 2025 ini sudah Rp 40 ribu, kalau Rp 200 ribu dikurangi (pajak) Rp 40 ribu tinggal Rp 160 ribu. Ini belum CSR, belum beban kerusakan jalan, terus kita pengusaha tambang untung di mana?” ungkapnya.

Sehingga, menurut Arif, penyesuaian harga material menjadi Rp 300 ribu ini sudah ideal.

Lebih lanjut Arif juga menanggapi aksi demonstrasi sopir-sopir truk material yang mengatasnamakan armada lokal, beberapa waktu lalu di kawasan tambang galian C Desa Karangsono, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk.

Menurut Arif, ia sebagai pengusaha tambang di Nganjuk sebenarnya tetap mengutamakan armada lokal. Namun, ia juga mempertanyakan batasan atau klasifikasi truk armada lokal itu seperti apa.

“Yang dinamakan armada lokal itu sebenarnya gimana? Menurut saya pribadi, lokal itu ya rumahan. Kirim dari rumah ke rumah, 1 atau 2 rit, itu namanya (armada) lokal dan berdomisili di Nganjuk,” ujar Arif.

Namun saat ini menurutnya, klasifikasi armada lokal itu sudah diplintir. Yakni, truk pengangkut material yang dikoordinir untuk lokasi industri tertentu.

“Kita ini sudah lama jadi pengusaha tambang, kok ada armada lokalan ngangkut 70 rit itu mblawur itu,” imbuhnya.

Selain itu, Arif juga menyoroti truk pengangkut material yang belum dilengkapi dengan izin angkut. Di mana, menurutnya ada ancaman hukuman pidananya.

“Pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar. Itu diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 tahun 2021 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,” urainya.

Atas dasar itu, Arif meminta pengusahan atau yang mengkoordinir armada material ini untuk memiliki izin resmi.

“Kita juga memohon kepada pihak kepolisian supaya ditertibkan terkait masalah izin-izin angkutan ini,” imbuhnya.

Selama ini, lanjut Arif, yang dikambinghitamkan hanya pihak pengusahan tambang. Di mana, pengusaha tambang sebenarnya lebih banyak ‘jual putus’ material kepada pengusaha angkutan material.

“Setelah itu armada mau kirim ke mana itu kan terserah pengusaha armada. Kalau boleh jujur, sebenarnya yang merusak jalan itu kan para pengusaha angkutan material. Tapi mereka nggak kena pajak minerba, nggak kena pajak CSR,” ungkap Arif.

Terkait hal itu, Arif dan rekan-rekannya sesama pengusaha tambang berharap, agar sopir armada lokal tidak mudah terbawa arus. Serta, penegak hukum segera menertibkan pengusaha angkutan material yang tidak mengantongi izin angkut.

“Kita juga mengimbau kepada investor-investor yang membuka lahan industri di Nganjuk, agar langsung berkoordinasi dengan asosiasi pengusaha tambang. Karena yang di asosiasi ini pasti punya tambang. Bukan lewat broker yang tidak punya tambang,” pungkasnya.

Reporter : Fatma

Editor : Tim Redaksi SRTV

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *