Nganjuk, SRTV.CO.ID – Petani bawang merah di Kabupaten Nganjuk menghadapi tantangan besar di musim penghujan. Selain hasil panen yang menurun, kualitas bawang merah juga tidak maksimal.
Kondisi ini mempengaruhi stabilitas harga di pasaran, baik bagi petani maupun pedagang bawang merah.
Ali, salah satu petani bawang merah di Nganjuk mengungkapkan, bahwa produksi bawang merah saat musim hujan rata-rata hanya mencapai 5 ton per hektare, atau setengah dari hasil panen saat musim kemarau.
Menurut Ali, kendala utamanya adalah tanaman yang rentan terkena penyakit moler dan jamur akibat curah hujan yang tinggi.
“Musim penghujan itu sulit untuk maksimal, karena curah hujan yang tinggi membuat bawang mudah terkena moler. Bobotnya juga lebih kecil dibandingkan panen saat musim kemarau,” ujar Ali, Sabtu (25/1/2025).
Meskipun biaya produksi lebih rendah di musim hujan karena hanya memerlukan pupuk fungisida, hasil panen yang sedikit membuat keuntungan menjadi minim.
“Kalau hasilnya hanya 5 ton, keuntungannya kecil. Dan untuk harga saat ini sekitar Rp18 ribu per kilo, tetapi kalau hujan terlalu sering, harga bisa turun,” imbuhnya.
Ketidakstabilan harga juga dikeluhkan oleh Fahim, seorang pedagang bawang merah di Nganjuk. Menurutnya, harga pasar bawang merah saat ini sekitar Rp 20 ribu per kilogram untuk bawang merah ukuran besar, tetapi sering berubah dalam hitungan hari.
“Harga ini tidak stabil. Dua sampai tiga hari harga bisa naik atau turun, tergantung pasokan. Kalau barangnya banyak, harga turun. Kalau langka, harga bisa naik,” ungkap Fahim.
Ia menambahkan, bahwa musim tidak terlalu berpengaruh pada harga, karena harga lebih bergantung pada ketersediaan barang di pasar.
Para petani berharap agar pemerintah dapat memberikan perhatian lebih kepada mereka, khususnya melalui kemudahan akses pupuk subsidi yang selama ini sulit didapatkan.
“Harapannya, pupuk subsidi semakin dipermudah, dan ada bantuan nyata untuk para petani,” pungkas Ali.
Reporter : Muhammad Luthfi Nur Mukhlisin