Nganjuk, SRTV.CO.ID – Kabar bahwa tiga kali berturut-turut Bupati Nganjuk tersandung kasus korupsi dan ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi tamparan keras bagi masyarakat dan pemerintahan daerah.
Ini bukan lagi sekadar masalah individu, tetapi menunjukkan adanya kegagalan sistemik dalam tata kelola pemerintahan di Nganjuk.
Korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah secara berulang-ulang mencerminkan rapuhnya integritas kepemimpinan dan budaya politik di kabupaten ini.
Rentetan penangkapan bupati oleh KPK menandakan bahwa upaya pencegahan korupsi di tingkat lokal belum berjalan efektif.
Meskipun berbagai regulasi dan mekanisme pengawasan telah diterapkan, faktanya pejabat publik masih tergoda untuk menyalahgunakan kekuasaan mereka demi keuntungan pribadi.
Ini adalah indikasi bahwa reformasi birokrasi di Nganjuk belum berjalan secara menyeluruh, dan kontrol internal pemerintah daerah lemah.
Apa yang membuat kondisi ini semakin memprihatinkan adalah ketidakmampuan para bupati yang terpilih untuk belajar dari kesalahan pendahulunya.
Setiap bupati yang tersandung kasus korupsi seolah mengulangi pola yang sama, penyalahgunaan wewenang, pengelolaan anggaran yang tidak transparan, dan praktik politik uang yang memperparah kondisi birokrasi.
Fenomena ini menunjukkan adanya masalah yang lebih mendasar degradasi moralitas dan etika dalam kepemimpinan daerah.
Mengapa Korupsi Terus Berulang?
Salah satu penyebab utama korupsi yang terus berulang di Nganjuk adalah lemahnya sistem rekrutmen politik.
Proses pemilihan kepala daerah seringkali diwarnai oleh praktik politik uang dan lobi-lobi politik yang tak sehat.
Calon kepala daerah yang terpilih bukan semata-mata karena integritas atau visi pembangunan yang mereka bawa, tetapi karena dukungan finansial dan politik yang kuat.
Ketika sudah menjabat, mereka sering kali merasa “berutang budi” pada kelompok-kelompok tertentu dan akhirnya terjerumus dalam praktik-praktik koruptif untuk memenuhi kepentingan pribadi maupun kelompok pendukungnya.
Selain itu, minimnya kontrol sosial dari masyarakat juga berkontribusi terhadap maraknya korupsi.
Masyarakat Nganjuk, yang seharusnya memiliki peran sebagai pengawas, seringkali kurang aktif dalam memantau kebijakan dan anggaran pemerintah.
Ketidakpedulian atau bahkan apatisme terhadap proses politik dan pemerintahan membuat korupsi mudah berkembang tanpa adanya resistensi yang kuat.
Urgensi Reformasi Kepemimpinan dan Birokrasi
Situasi ini menuntut adanya reformasi kepemimpinan dan birokrasi yang mendalam di Kabupaten Nganjuk.
Bukan hanya soal mengganti kepala daerah yang terlibat korupsi, tetapi perlu ada perubahan radikal dalam cara memilih pemimpin, mengelola pemerintahan, serta memperkuat pengawasan dan akuntabilitas.
Pertama, perlu ada evaluasi ketat dalam proses seleksi dan pencalonan kepala daerah. Partai politik harus bertanggung jawab untuk memastikan calon yang diusung memiliki rekam jejak yang bersih dan berkomitmen pada pemerintahan yang bersih.
Selain itu, masyarakat harus lebih kritis dan selektif dalam memilih pemimpin. Jangan biarkan popularitas dan janji-janji manis menjadi satu-satunya faktor penentu.
Kedua, reformasi birokrasi di lingkungan Pemkab Nganjuk harus segera dilakukan. Sistem pengawasan internal perlu diperkuat, dan pelaksanaan transparansi dalam pengelolaan anggaran harus dijalankan dengan baik.
Sistem pengaduan publik harus lebih dioptimalkan agar masyarakat bisa berperan aktif dalam mengawasi penyelenggaraan pemerintahan.
Kembali kepada Integritas dan Kepercayaan Publik
Korupsi di kalangan kepala daerah adalah salah satu penyakit yang menggerogoti demokrasi dan merusak kepercayaan publik.
Setelah tiga bupati Nganjuk berturut-turut tersangkut kasus korupsi, tantangan terbesar yang dihadapi adalah bagaimana mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
Kepemimpinan yang baru di masa mendatang harus dibangun di atas fondasi integritas dan transparansi yang kuat.
Setiap pejabat publik di Nganjuk harus menyadari bahwa jabatan yang mereka emban adalah amanah dari rakyat, bukan kesempatan untuk memperkaya diri. Jika tidak, siklus korupsi ini hanya akan terus berulang, menghambat pembangunan daerah, dan menjauhkan Nganjuk dari kemajuan yang seharusnya bisa dicapai.
Sudah saatnya kita berkata cukup dan bergerak bersama memutus rantai korupsi ini.
Reporter : BJ Kusumo
Editor : Irman Maftukhin