PEMILU  

Independensi Yang Kokoh Lancarkan Pemilu

Demokrasi Harus Independensi yang Kokoh

Dibuat : M.Koirul Anam

Lembaga Penyelenggara Pemilihan Umum (KPU) di Indonesia sejak dibentuk sejak eraReformasi 1998. KPU pertama (1999-2001) dibentuk dengan Keppres No 16 Tahun 1999, hingga sampai saat ini peran penting dalam menyelenggarakan pesta demokrasi serta dibutuhkan profesionalitas, independensi yang kuat guna lancarnya disetiap pemilihan.

Seperti yang di sampaikan tokoh muda Kabupaten Pacitan Khoirul Anam M.Pd.I Setidaknya ada Lima persyaratan dalam penyelenggaraan Pemilu yaitu : Pertama Pemilu harus bersifat kompetitif. Kedua Pemilu harus diselenggarakan secara berkala. Ketiga Pemilu harus inklusif. Keempat Pemilih harus diberi keleluasaan memiih dalam suasana bebas atau demokratis, Kelima Komisi Penyelenggara Pemilihan Umum sebagai penyenggara harus independen dan netral.

Lebih Lanjut Khorul Anam menambahkan Bahwa berhasil baik dan tidaknya penyelenggaraan Pemilihan Umum tergantung pada bagaimana Lembaga Penyelenggara Pemilu bekerja secara objektif dan profesional, berdasarkan asas netralitas dan independen.

Komisi Penyelenggara Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri adalah bermakna bahwa Konstitusi Indonesia telah dinyatakan betapa pentingnya eksistensi KPU, dan pada akhirnya mengharuskan dibentuk KPU yang sifatnya nasional, tetap dan mandiri, yang kemudian diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan Pemilu yang demokratis.

Bahwa yang berkepentingan dengan Pemilihan Umum tidak semata-mata partai politik, tetapi semua komponen bangsa ini yang juga mempunyai kepentingan, oleh karena itu membuat kita yakin bahwa independensi KPU tidak bisa direduksi hanya semata-mata karena pengaruh partai politik. Itu bukan masalah yang sederhana karena menyangkut kepentingan seluruh komponen bangsa yang ada di republik ini; oleh karena itulah mengapa DPR memutuskan, anggota KPU boleh saja berasal dari anggota partai politik.

Alasan lain, karena faktor yang menentukan sukses tidaknya Pemilihan Umum bukan semata-mata karena soal independensi KPU tapi lebih karena faktor profesionalitas dan kejujuran serta keadilan. Melihat pengalaman sebelumnya, yang membuat Pemilihan Umum menjadi carut-marut lebih banyak disebabkan karena kurangnya profesionalitas, kejujuran, dan keadilan.

Ia menjelaskan Beberapa kendala dan tantangan yang dihadapi oleh KPU, antara lain. Sistem aturan yang membutuhkan stabilitas, oleh karena itu KPU harus memenuhi semua ketentuan yang telah digariskan.

“memperhatikan citra KPU pada periode sebelumnya yang dapat dikatakan kurang menguntungkan, maka untuk masa yang akan datang KPU harus lebih profesional dan juga menjaga kepercayaan yang telah diberikan, dan sistem pengawasan pada masa yang akan datang pastilah berkembang lebih independen,kuat dan efektif, bahkan juga memungkinkan jika berakhir dengan ancaman pemberhentian terhadap anggota KPU itu sendiri.”ungkapnya

Di mata hukum KPU merupakan satu kesatuan institusi kenegaraan yang bersifat nasional, tetap dan mandiri sebagaimana dimaksud oleh pasal 22E ayat (5) Undang Undang Dasar 1945; demikian juga di mata Mahkamah Konstitusi (MK), dimana KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari KPU Nasional. Oleh karena itu ketika terdapat perkara di MK, maka yang menjadi pihak yang berkaitan dengan tanggungjawab dan pembuktian wilayah kerja KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota adalah KPU Nasional atau KPU Pusat.

“Bahwa dengan diselenggarakan Pemilihan Umum diharapkan menjadi jalan menuju perubahan politik yang konstruktif dan menjadi titik awal penilaian apakah kualitas demokrasi yang akan berjalan selama 5 (lima) tahun ke depan lebih baik dari kualitas demokrasi selama 5(lima) tahun sebelumnya. maka keberhasilan penyelenggaraan Pemilu menjadi sasaran penting yang artinya secara teknis dan legalitas keberhasilan Pemilihan Umum berada pada tanggung jawab KPU, maka faktor profesionalisme, kejujuran dan keadilan dari anggota-anggota KPU adalah muklak.”Jelasnya

Lanjut ia menjelaskan Profesionalisme ada dua kategori, yaitu bersifat teknis dan non-teknis. Yang teknis berkaitan langsung dengan detail juklak dan juknis penyelenggaraan Pemilu, sedangkan yang non-teknis menyangkut penanganan masalah sosial yang secara langsung berhubungan dengan penyelenggaraan Pemilu itu sendiri.

Bahwa faktor independensi KPU ikut berpengaruh sukses tidaknya penyelenggaraan Pemilu; perlu diketahui bahwa independen atau tidaknya anggota-anggota KPU bukan semata karena berasal dari partai politik. Justru ketika anggota-anggota KPU berasal dari partai politik independensi mereka lebih terjaga karena semua partai terwakili dalam tubuh KPU maka sesama anggota KPU sendiri terdapat upaya saling kontrol.

independensi yang dimaksudkan disini adalah dari aspek kelembagaan dalam arti seluruh infrastruktur dan staf yang ada di KPU termasuk perangkat lunak yang digunakan harus bisa difungsikan untuk kepentingan semua partai politik peserta Pemilu tanpa memihak.

Menurut para pengamat bahwa aspek kelembagaan dan independensi KPU pada Pemilu tahun 1999 lebih terjaga, hal ini karena adanya kontrol secara ketat dan melekat oleh anggota partai yang menjadi anggota KPU, sedangkan pada Pemilu tahun 2004 dan Pemilu tahun 2009, kontrol semacam itu tidak terjadi lagi sehingga menimbulkan kecurigaan di tengah-tengah masyarakat khususnya dari aspek kelembagaan dan aspek penggunaan IT.

Untuk mengontrol penggunaan alat-alat teknis kelembagaan KPU berada pada anggota KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang juga bukan berasal dari partai politik. Selain itu pada akhirnya kita juga tetap berharap kepada publik untuk melakukan kontrol secara ketat agar anggota KPU bisa bekerja secara fair, profesional, dan independen. Kontrol yang ketat juga harus diarahkan pada penggunaan infrastruktur dan alat-alat kelengkapan kelembagaan KPU.

Bawaslu merupakan satu kesatuan lembaga negara dengan jajaran Panwaslu di seluruh Indonesia sebagai institusi pengawas pemilihan umum. Oleh karena itu jajaran pejabat Bawaslu di seluruh Indonesia dapat mengambil peran yang penting sebagai orang yang menyaksikan sendiri ataupun mengalami sendiri peristiwa-peristiwa faktual di lapangan yang menyebabkan timbulnya perselisihan mengenai hasil pemilihan umum. Di samping peran sebagai saksi, Bawaslu juga dapat berperan sebagai pihak terkait baik secara langsung ataupun tidak langsung dengan cara memberi keterangan yang memperkuat bukti-bukti yang diajukan pihak peserta pemilu atau pihak penyelenggara pemilu untuk dinilai sebagaimana mestinya.

Reporter : Rojihan

Editor : Bagus Jatikusumo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *