Berita  

GKJW Ngoro, Saksi Sejarah Baptisan Pertama di Jawa Timur

Penampakan bangunan Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Pasamuan Ngoro di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, yang menyimpan jejak sejarah awal perkembangan Kekristenan di Jawa Timur. (Foto Santoso)

Jombang, SRTV.CO.ID – Sebuah bangunan tua di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, menjadi saksi bisu perjalanan panjang Kekristenan di Jawa Timur. Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Pasamuan Ngoro tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga menempati posisi penting dalam sejarah keagamaan di wilayah ini.

Keberadaan komunitas Kristen di Ngoro tercatat sejak 1843, jauh sebelum bangunan gereja didirikan pada 1902. Fakta tersebut menempatkan GKJW Ngoro sebagai salah satu pusat awal penyebaran Kekristenan di Jawa Timur, khususnya di Kabupaten Jombang.

Berlokasi di Jalan Suropati Nomor 15, gereja ini hingga kini masih mempertahankan arsitektur kolonialnya. Selama lebih dari satu abad, struktur utama bangunan tetap kokoh dan nyaris tidak mengalami perubahan berarti.

Di halaman gereja berdiri sebuah monumen sederhana yang menandai peristiwa bersejarah, yakni baptisan pertama umat Kristen di Jawa Timur.

Monumen ini menjadi pengingat baptisan pertama yang berlangsung pada 12 Desember 1843,” ujar Sekretaris GKJW Ngoro, Supriyantono, Jumat (12/12).

Ia menjelaskan, monumen baptisan serupa hanya terdapat di tiga lokasi GKJW di Jawa Timur, yakni Ngoro, GKJW Wiyung Surabaya, dan Majelis Agung GKJW di Malang. Keberadaan monumen tersebut menegaskan posisi GKJW Ngoro sebagai komunitas Kristen tertua di Jombang.

Bangunan gereja berukuran sekitar 25 x 10 meter ini dibangun secara swadaya oleh jemaat pada 1902. Hingga kini kondisinya tetap terawat. Renovasi hanya dilakukan secara terbatas pada bagian atap, plafon, dan lantai depan pada awal tahun 2000-an.

Empat tiang utama di bagian depan masih asli sejak pertama dibangun. Kayunya terbuat dari jati berkualitas dengan usia lebih dari satu abad,” jelas Supriyantono. Sebagai bangunan cagar budaya, gereja ini tidak diperkenankan menjalani renovasi total.

Seiring berjalannya waktu, jumlah jemaat GKJW Ngoro terus berkembang. Dari sekitar 20 orang pada masa awal, kini jumlah jemaatnya mendekati 1.000 orang.

Perjalanan GKJW Ngoro tidak terlepas dari peran Coenraad Laurens Coolen, atau dikenal sebagai Tuan Coolen, tokoh berdarah Indonesia–Rusia yang menjadi pelopor pengenalan Kekristenan di wilayah Ngoro.

Coolen, yang hidup pada rentang 1770–1873, awalnya bekerja di Surabaya sebelum menetap di kawasan Wirosobo, Mojoagung. Pada 3 Juli 1827, dengan izin Pemerintah Hindia Belanda, ia membuka hutan di selatan Wirosobo yang kemudian berkembang menjadi wilayah Ngoro.

Menariknya, Coolen bukan pendeta atau teolog. Ia adalah pengelola desa yang cakap. Melalui dirinya, masyarakat Jawa mulai mengenal ajaran Kristiani,” tutur Supriyantono.

Sejak 1835, ibadah Kristen mulai dilaksanakan di rumah-rumah warga, termasuk di kediaman Coolen. Rangkaian peristiwa tersebut berujung pada baptisan pertama pada 1843, yang kini diabadikan melalui monumen di halaman gereja.

Sebagian peninggalan sejarah, termasuk makam Coolen, masih berada dalam kepemilikan keluarga. Meski demikian, GKJW Ngoro tetap menjadi warisan sejarah yang dapat dipelajari oleh masyarakat luas.

Gedung ini merupakan tempat persekutuan keempat, dengan peletakan pondasi pada 21 April 1905, dan menjadi wujud asli gereja pertama di Ngoro,” pungkasnya.

Menyambut perayaan Natal, GKJW Ngoro mengusung tema “Allah Hadir Menyelamatkan Keluarga”, dengan harapan pesan tersebut mampu mempererat kebersamaan jemaat dan masyarakat sekitar.

Semoga keluarga-keluarga di Jombang senantiasa hidup dalam damai dan penuh berkat,” tutup Supriyantono.***

Reporter : Agung Pamungkas

Editor : AMS

Exit mobile version