Nganjuk, SRTV.CO.ID – Target ambisius Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Nganjuk untuk menghimpun zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) sebesar Rp 7 miliar pada tahun 2025 terancam tidak tercapai. Hingga akhir triwulan pertama, perolehan baru menyentuh angka Rp 1,1 miliar. Realisasi ini memunculkan kekhawatiran tentang lemahnya kesadaran masyarakat, khususnya Aparatur Sipil Negara (ASN), dalam menunaikan kewajiban zakat.
Ketua BAZNAS Nganjuk, Dr. H. Zainal Arifin, M.Pd, secara gamblang menyebut bahwa tingkat partisipasi ASN dalam membayar ZIS masih sangat rendah. Padahal, potensi yang dimiliki cukup besar. Dari 10.680 ASN yang tercatat di Nganjuk, andai tiap individu rutin menyumbang Rp 100 ribu per bulan, maka target tahunan bisa tercapai bahkan terlampaui.
“Kita buka datanya. Di lingkungan Dinas Pendidikan, dari 7.306 ASN, hanya terkumpul Rp 75.800.000. Itu pun sudah mencakup guru SD, SMP, dan staf dinas,” ujar Zainal.
Lebih memprihatinkan lagi, tidak ada satu pun anggota DPRD Kabupaten Nganjuk yang tercatat menyalurkan ZIS-nya melalui BAZNAS.
Inspektorat Jadi Teladan, Pejabat Lain Harus Berkaca
Di tengah keprihatinan ini, Inspektorat Kabupaten Nganjuk justru tampil sebagai lembaga yang patut diapresiasi. Dari 60 ASN di institusi tersebut, mereka rutin menyumbangkan dana infak hingga Rp 4,6 juta per bulan. Rinciannya, ASN golongan I dan II menyumbang Rp 50.000, sementara golongan III ke atas menyetor Rp 100.000 setiap bulan.
Keteladanan ini, menurut Zainal, adalah bentuk nyata bahwa tanggung jawab sosial bisa dijalankan dengan komitmen bersama. Namun, ia menegaskan, keberhasilan pengumpulan ZIS tak bisa diserahkan kepada satu-dua instansi semata. Diperlukan gerakan kolektif, termasuk dari sektor legislatif dan eksekutif.
Pak Pardi: Simbol Nurani yang Menampar Nurani ASN
Ironi menyayat justru datang dari sosok Pak Pardi (90), pensiunan guru SD asal Desa Petak, Kecamatan Bagor. Di usia senja, dengan keterbatasan fisik dan penghasilan, ia tak pernah absen menyisihkan antara Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta setiap bulan untuk infaq. Beliau menyerahkan langsung ke Kantor Pos saat mengambil pensiunan.
“Pak Pardi adalah cermin kesadaran spiritual. Ia tidak menunggu disuruh, tidak menuntut pengakuan. Zakat baginya bukan kewajiban administratif, tapi panggilan nurani,” ujar Zainal penuh haru.
Zakat Adalah Solusi Sosial, Bukan Sekadar Kewajiban
Dana ZIS yang terkumpul oleh BAZNAS Nganjuk tidak mengendap tanpa makna. Semuanya disalurkan untuk berbagai program sosial yang menyentuh langsung rakyat bawah:
Bantuan langsung bagi warga miskin ekstrem
Penanganan stunting dan gizi buruk
Modal usaha untuk pelaku UMKM lokal
Bantuan pendidikan dan kesehatan masyarakat prasejahtera
Namun, minimnya pemahaman dan komitmen dari para pemangku kepentingan menjadi penghambat nyata. Padahal, UU Nomor 23 Tahun 2011 dan Fatwa MUI telah menegaskan kewajiban zakat bagi setiap muslim yang sudah mencapai nisab.
Dorongan Aturan Tegas: Zakat Harus Diperkuat Lewat Kebijakan
Zainal menyebut pihaknya akan terus mengedukasi masyarakat dan mendorong lahirnya regulasi yang memperkuat gerakan zakat. Salah satu usulan yang tengah disiapkan adalah peraturan bupati atau surat edaran resmi yang mewajibkan ZIS bagi ASN dan pejabat daerah.
“Kami tak lelah menyuarakan pentingnya zakat sebagai solusi strategis mengurangi kemiskinan. Kami butuh keberanian politik, bukan hanya seruan moral,” tegas Zainal.
Ajakan: Bangkitkan Kesadaran, Bangun Nganjuk Bersama
BAZNAS Nganjuk mengajak seluruh lapisan masyarakat — ASN, pengusaha, petani, hingga tokoh politik — untuk menjadikan zakat sebagai gerakan kolektif dan budaya gotong royong. Hanya dengan kesadaran bersama, target Rp 7 miliar bukan sekadar angka, tetapi jalan menuju Nganjuk yang lebih sejahtera dan berkeadilan.
Masyarakat yang ingin menunaikan ZIS dapat langsung datang ke Kantor BAZNAS Nganjuk atau melalui layanan digital resmi yang tersedia.
Zakat bukan hanya ibadah pribadi, tapi komitmen sosial. Mari buktikan, Nganjuk bisa bangkit dari solidaritas umat.
Reporter: Inna Dewi Fatimah
Editor: Tim Redaksi SRTV