Nganjuk, SRTV.CO.ID – Pengelola pertambangan yang tergabung dalam asosiasi tambang di Kabupaten Nganjuk melayangkan protes keras terhadap lambannya tindakan pemerintah daerah terkait maraknya penambangan galian C ilegal.
Mereka menilai, pemerintah terkesan melakukan pembiaran terhadap tambang-tambang yang tidak membayar pajak, sementara pengusaha tambang legal yang taat justru merasa dirugikan.
Protes ini disampaikan dalam forum Rapat Koordinasi Pengelolaan Kegiatan Usaha Pertambangan di wilayah Kabupaten Nganjuk yang digelar di Ruang Rapat Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Jumat (25/4/2025) kemarin.
Kepala Operasional PT Talenta Multi Kreasi Indonesia (TMKI), Tono, menjadi salah satu pengusaha yang lantang menyuarakan kekecewaannya.
Ia mengungkapkan bahwa inti dari pertemuan tersebut adalah membahas permasalahan pajak sektor pertambangan di Nganjuk yang saat ini mengalami defisit.
“Ya, intinya pertemuan itu kan ada Bapenda, ada apa dari Satpol-PP apa semuanya. Ya, besarannya sih aku bahas pajak besarannya itu. Arahnya ke sana. Jadi, pembayaran pajak itu minusnya sampai buahnya gitu kan ya. Arahnya ke sana,” ujarnya.
Ia tidak adil terhadap pengusaha tambang legal. Menurutnya, perusahaan yang telah memiliki itikad baik untuk membayar pajak justru merasa “dipukul” dengan berbagai regulasi dan biaya.
Sementara itu, tambang-tambang ilegal yang memiliki volume penjualan jauh lebih besar dan jelas-jelas tidak berkontribusi pada pendapatan daerah justru dibiarkan beroperasi tanpa tindakan tegas.
“Lah, kita ini sudah punya etika baik untuk bayar pajak, kita dipus, dipenthungi, disembarang tak gitu kan ya. Nah, tapi yang di situ besar ya untuk penjualannya dan sangat-sangat besar sekali dibandingkan kita. Itu tidak diapa-apakan pembiaran,” tegasnya.
Lebih lanjutnya mempertanyakan efektivitas surat peringatan yang selama ini dilayangkan pemerintah kepada penambang ilegal. Ia menyebutkan bahwa beberapa tambang ilegal bahkan telah berkali-kali menerima surat peringatan namun tetap beroperasi tanpa ada tindakan penutupan yang konkret.
“Dengan hal ini ya mohon tindakannya secara cepat jangan cuman oke istilahnya peringatan satu, peringatan dua. Lah itu loh sudah tahun tahun-tahun yang sebelumnya sudah enggak bayar,” ungkapnya.
Selain masalah pajak ia juga mengungkap dampak keberadaan tambang ilegal terhadap persaingan usaha. Tambang ilegal yang tidak dibebani biaya pajak dan retribusi dapat menjual material dengan harga yang jauh lebih murah, sehingga menyulitkan pengusaha tambang legal untuk bersaing.
“Terus juga masalah tambang sing ilegal ya. Aku tak sampaikan mereka nggak bayar apa-apa, mereka jualnya murah-murah. Kita jual harga 250 sampai 265 ini pun ya kesulitan harus bayar pajak dipotong pajak Rp40 ribu,” sebutnya.
“Yang di situ posisinya kita masalah operasional, solar juga pakai solar industri tinggi, Pak. Nggak untung kita itu kalau ngomong seperti itu. Gitu loh. Sedangkan mereka yang ilegal, ya untung wong enggak bayar apa-apa. Mereka jual murah pun ya untung. Ya kita yang kena dampaknya. Mau jualan kita kesusahan,” pungkasnya.
Reporter : Inna Dewi Fatimah