Berita  

PSHT Pusat Madiun Pelarangan Bumi Reog Berdzikir Langgar Hak Merek dan Berpotensi Pidana

SRTV.CO.ID – Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Pusat Madiun menegaskan bahwa upaya pembubaran serta pelarangan penggunaan atribut PSHT dalam kegiatan Bumi Reog Berdzikir (BRB) yang dijadwalkan berlangsung pada 28 Desember 2025 di Ponorogo tidak hanya tidak berdasar hukum, tetapi juga berpotensi merupakan pelanggaran hak merek yang dapat diproses secara pidana.

Hal tersebut disampaikan dalam pernyataan resmi PSHT Pusat Madiun yang menanggapi klaim sepihak terkait legalitas PSHT serta larangan atas kegiatan BRB. PSHT menilai anggapan bahwa legalitas suatu kelompok dapat ditentukan melalui serasehan, rapat internal, atau pernyataan personal merupakan kesesatan berpikir yang menyesatkan publik.
“Legalitas organisasi hanya ditentukan oleh instrumen hukum yang sah, bukan opini cabang atau keputusan informal. Pernyataan tentang ‘pihak tidak sah’, ‘kehilangan legitimasi’, atau ‘larangan penggunaan atribut’ tidak memiliki kekuatan hukum tanpa putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” tegas Dipa Kurniyantoro, S.H., M.H., Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Sabtu (13/12/25).

Dipa menegaskan bahwa PSHT Pusat Madiun merupakan perguruan pencak silat yang sah, dengan Mas Moerdjoko sebagai Ketua Umum dan Kang Mas Isbiantoro sebagai Ketua Dewan, yang secara hukum memegang hak merek Persaudaraan Setia Hati Terate kelas 41, yakni kelas yang melindungi kegiatan seni, budaya, dan pendidikan.
“Bumi Reog Berdzikir adalah kegiatan seni dan budaya yang secara langsung dilindungi oleh hak merek kelas 41. Oleh karena itu, pelarangan atas kegiatan BRB merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak eksklusif pemilik merek,” jelasnya.

Menurut Dipa, setiap pihak yang menghalangi, melarang, atau mengintimidasi pelaksanaan kegiatan yang sah berdasarkan hak merek berpotensi melakukan perbuatan melawan hukum, bahkan dapat diproses secara pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang merek dan hak kekayaan intelektual.

PSHT Pusat Madiun juga menegaskan bahwa sengketa terkait SK Menkumham Nomor AHU-06.AH.01.43 Tahun 2025 hingga kini masih berproses di pengadilan tata usaha negara dan melibatkan pihak intervensi. Dengan demikian, SK tersebut belum berkekuatan hukum tetap.
“SK administratif bukan putusan pengadilan. Selama masih disengketakan, tidak dapat dijadikan dasar untuk menyatakan satu pihak sah dan pihak lain tidak. Klaim tersebut terlalu prematur,” ujar Dipa.

Ia menambahkan bahwa status kepengurusan Mas Moerdjoko juga masih dalam proses pemeriksaan hukum, sehingga tidak dapat serta-merta dinyatakan tidak sah.

Lebih lanjut, Dipa menegaskan bahwa segala bentuk larangan, tekanan, maupun ancaman terhadap pelaksanaan BRB merupakan tindakan eigenrichting atau main hakim sendiri.
“Upaya pengerahan massa, ancaman pembubaran, atau pelarangan sepihak bukan mekanisme konstitusional. Aparat kepolisian seharusnya bertindak tegas untuk mencegah dan menindak setiap upaya penggagalan acara yang sah, sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap pemilik merek,” tegasnya.

PSHT Pusat Madiun menekankan bahwa BRB merupakan kegiatan keagamaan serta seni-budaya, bukan arena konflik organisasi. Menarik kegiatan spiritual ke dalam sengketa internal dinilai tidak etis, tidak proporsional, dan berpotensi menimbulkan stigma negatif di tengah masyarakat.

Sebagai penutup, PSHT Pusat Madiun menegaskan bahwa baik SK tahun 2022 maupun SK tahun 2025 masih sama-sama berproses dalam peradilan administrasi. Oleh karena itu, tidak ada pihak yang berhak mengklaim diri paling sah, melarang penggunaan atribut, ataupun menghalangi kegiatan BRB.

PSHT Pusat Madiun mengajak seluruh pihak untuk menjaga kondusivitas, menghormati jalur hukum, serta memastikan kegiatan Bumi Reog Berdzikir dapat berlangsung secara damai, tertib, dan khusyuk sesuai dengan esensinya sebagai kegiatan keagamaan dan budaya.(*)

Exit mobile version