Berita  

GUSDURian Jombang Gelar Diskusi Publik untuk Cegah Kekerasan Seksual

Diskusi moral, berkah, batas tokoh agama dan kekeerasan seksual di Jombang. (ist)

Jombang, SRTV.CO.ID — Meningkatnya laporan kekerasan seksual di ruang publik hingga lembaga pendidikan keagamaan mendorong Forum 17an GUSDURian Jombang menggelar diskusi publik bertema “Moral, Berkah, Batas Tokoh Agama dan Kekerasan Seksual”, Rabu (10/12).

Diskusi yang digelar di Nest Coffee, Kelurahan Kaliwungu, ini menjadi penutup rangkaian 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) sekaligus bagian dari agenda menyambut Haul ke-16 Gus Dur.

Acara terlaksana melalui kolaborasi GUSDURian Jombang bersama Aliansi Inklusi Jombang, Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) JCC Plus, Women’s Crisis Center (WCC) Jombang, serta PC Fatayat NU Jombang.

Chia, salah satu penggerak GUSDURian Jombang, menyatakan bahwa forum tersebut disediakan sebagai ruang aman untuk memperkuat pemahaman masyarakat tentang kekerasan seksual dan mendorong langkah pencegahan.

Koordinator Aliansi Inklusi Jombang sekaligus KDS JCC Plus, Fuad Abdillah, menilai persoalan moral erat kaitannya dengan lemahnya edukasi seksual di masyarakat.

Kita punya organ reproduksi, tetapi tidak dibekali pengetahuan yang memadai. Ketika bertemu relasi kuasa, muncullah kasus-kasus yang akhirnya dilaporkan ke kami,” ujarnya.

Fuad mengungkapkan banyak temuan infeksi menular seksual, termasuk HIV, justru berasal dari lingkungan terdekat korban—bahkan dalam lingkup keluarga. Kondisi serupa juga sering muncul di lembaga pendidikan berbasis agama.

Kasus yang sempat ramai di Kesamben hanya salah satu contoh. Ada ratusan catatan lain yang seharusnya menjadi alarm serius,” tambahnya. Ia menegaskan pencegahan membutuhkan kolaborasi lintas elemen.

Sementara itu, Direktur PP Khoiriyah Hasyim Seblak-Jombang sekaligus Koordinator GUSDURian Jombang, Ema Rahmawati, menyoroti penyalahartian konsep “berkah” oleh sebagian figur keagamaan.

Kasus pelecehan seksual yang melibatkan tokoh agama semakin sering muncul. Padahal pesantren dikenal sebagai penjaga akhlak,” tutur Neng Ema.

Menurutnya, sebagian santri menganggap berkah sebagai keharusan untuk selalu patuh. Padahal, merujuk KH Hasyim Asy’ari, berkah berarti bertambahnya kebaikan dan ilmu.

Adab bukan hanya kewajiban murid kepada guru, tetapi juga guru kepada murid. Ketika ada tindakan merugikan, apalagi pelecehan, itu jelas bukan berkah,” tegasnya.

Direktur WCC Jombang, Ana Abdillah, menekankan pentingnya menjadikan pengalaman korban sebagai dasar penyusunan kebijakan.

Sistem hukum kita sering mengabaikan pengalaman korban. Negara punya kewenangan besar, sementara korban berhadapan dengan tekanan dari pihak yang memiliki kuasa,” jelasnya.

WCC, kata Ana, kerap menghadapi tantangan mulai dari keselamatan korban hingga tekanan institusional. Karena itu, pembahasan soal “batas”—baik batas relasi kuasa maupun batas perilaku tokoh agama—menjadi sangat penting.

Kekerasan seksual bisa terjadi di ruang manapun. Status moral atau agama tidak boleh menjadi pembenaran ataupun tameng,” tegasnya.

Para peserta sepakat bahwa perlindungan terhadap korban dan edukasi publik harus diperkuat, termasuk di ruang yang selama ini dianggap aman.

Semua pihak punya peran untuk memulihkan ruang aman,” pungkas Ana.

Reporter : Agung Pamungkas

Editor : AMS

Exit mobile version