SRTV.CO.ID – “Yang penting saling percaya”, merupakan mantra yang kerap diulang dalam dunia bisnis di Indonesia, terutama ketika usaha dirintis bersama teman dekat.
Banyak kolaborasi berawal dari rasa nyaman, keyakinan pada kompetensi satu sama lain, hingga rasa solidaritas yang sudah lama terbangun. Tidak sedikit pula yang berjalan tanpa hitam di atas putih, alias hanya berbekal kesepakatan lisan dan kepercayaan personal.
Sebagai Advokat, saya melihat praktik bisnis modal kepercayaan bukan hanya rentan, tetapi juga berpotensi mengundang sengketa yang merusak dua hal sekaligus, yaitu bisnis dan hubungan pertemanan.
Dalam hukum Perdata, kepercayaan adalah aspek moral, sedangkan kontrak adalah aspek legal. Ketika aspek moral diperlukan seolah sama dengan aspek legal, di situlah masalah biasanya mulai muncul.
Secara hukum, perjanjian lisan memang diakui oleh KUHPerdata sebagai perjanjian yang sah, selama memenuhi syarat Pasal 1320 KUHPerdata. Tetapi dari pengalaman menangani sengketa bisnis, perjanjian lisan cenderung menjadi sumber terbesar dari perbedaan interpretasi.
Tanpa kontrak yang jelas, butir-butir seperti : porsi modal masing-masing pihak, pembagian keuntungan, kewajiban kerja, kewenangan pengambilan Keputusan, mekanisme keluar-masuknya mitra, hingga penyelesaian apabila usaha berhenti di tengah jalan menjadi kabur dan mudah diperdebatkan. Mitra bisnis yang awalnya saling percaya bisa berubah menjadi saling curiga ketika usaha mulai tumbuh, atau sebaliknya ketika usaha mulai goyah.
Permasalahan ketika menjalankan bisnis bareng teman bukan semata karena adanya niat buruk, melainkan karena persepsi yang tidak sama. Salah satu menganggap kontribusinya lebih besar, sementara yang lain merasa yang bekerja lebih keras. Dalam kerangka hukum, ketidakjelasan ini membuka ruang sengketa perdata, bahkan pidana, seperti :
penggelapan modal, penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan keuangan, wanprestasi, bahkan penipuan apabila ada pihak yang merasa ditipu sejak awal. Padahal asal muasal perselisihan sering kali sederhana, yaitu karena tidak adanya kejelasan dalam perjanjian.
Dalam hubungan pertemanan, kita cenderung menganggap semua sudah saling paham. Tetapi ketika usaha berjalan, kapasitas manusia untuk mengingat setiap detail sangat terbatas. Kontrak tertulis bukan bentuk ketidakpercayaan, tetapi justru merupakan bentuk kepercayaan yang terstruktur. Kontrak menjaga hubungan tetap professional tanpa menghilangkan nilai persahabatan.
Supaya bisnis bareng teman tetap sehat, beberapa langkah legal berikut wajib dilakukan, antara lain :
1. Buat perjanjian tertulis yang jelas dan detail
2. Pisahkan rekening usaha dan rekening pribadi
3. Bentuk badan hukum sejak awal
4. Audit internal atau pencatatan transparan
5. Gunakan mediator atau konsultan hukum saat ada perbedaan atau perselisihan
Banyak usaha besar justru lahir dari kemitraan antar pertemanan. Tetapi yang membuat mereka bertahan bukan semata karena kepercayaan, tetapi dari struktur legal yang baik. Sebagai Advokat, saya melihat bahwa bisnis hanya mengandalkan rasa percaya ibarat membangun rumah di tanah yang labil. Tetap bisa berdiri, tetapi tidak akan tahan terhadap guncangan. Kepercayaan harus dijaga, dan kontrak adalah salah satu alat penjaganya.
Pada akhirnya, kita bisa tetap berteman sambil tetap professional. Dan profesionalitas itu salah satunya dibuktikan dengan kesediaan menandatangani kontrak, bukan malah menghindarinya.
Oleh : Irwan Maftuhin, S.Sy., Advokat pada Astara Law Firm
