Berita  

Awas! Arisan Cepat Cair di Kalangan Muda Berujung Arisan Bodong Begini Penjelasan Pakar Hukum

SRTV.CO.ID – Fenomena arisan yang bertransformasi di era digital kini menghadirkan sisi gelap yang merugikan, dikenal dengan istilah arisan bodong di kalangan anak muda.

Arisan yang dijalankan melalui platform digital seperti WhatsApp, Telegram, dan Instagram ini sering menjanjikan keuntungan instan dan pencairan cepat, namun berpotensi besar menjadi skema penipuan modern, bahkan investasi ilegal.

Advokat dan Konsultan Hukum di ASTARA LAW FIRM, Andik Sukaca, S.H., menyoroti bahwa pergeseran dari simbol kebersamaan menjadi ajang “untung besar” tanpa risiko ini membuka jalan menuju jerat hukum bagi banyak peserta muda.

“Arisan bodong memanfaatkan kepercayaan dan euforia digital untuk menipu peserta,” ujar Andik.

Lanjutnya modusnya beragam, mulai dari arisan cepat cair, arisan online tanpa kejelasan identitas admin, hingga arisan investasi yang menawarkan keuntungan tetap layaknya deposito.

Menurut pengamatannya sebagai praktisi hukum, setidaknya ada empat pola utama yang sering ditemukan dalam arisan bodong modern:

Arisan Cepat Cair: Skema ini menjanjikan giliran lebih awal dengan setoran tambahan. Secara praktik, ini adalah tipikal skema Ponzi yang menggunakan uang peserta baru untuk membayar peserta lama dan pasti akan runtuh di tengah jalan.

Arisan Online Via Media Sosial: Dilaksanakan tanpa identitas penyelenggara yang jelas dan tanpa bukti hukum tertulis. Semua transaksi hanya mengandalkan kepercayaan, membuat korban kesulitan membuktikan tindak pidana saat dana hilang.

Arisan Investasi: Menjanjikan keuntungan tetap atau “bagi hasil.” Andik menegaskan bahwa secara hukum, ini sudah keluar dari esensi arisan dan masuk kategori investasi ilegal yang melanggar UU OJK dan UU Perdagangan.
Arisan Sosial Fiktif: Menggunakan kedok donasi atau kegiatan sosial, namun dana tidak pernah disalurkan, termasuk dalam bentuk penipuan dengan motif sosial palsu.

Secara yuridis, arisan sah selama didasarkan pada kesepakatan sukarela.

Namun, begitu muncul unsur kebohongan, tipu daya, atau penyalahgunaan dana, arisan dapat berubah menjadi tindak pidana.

“Menurut pendapat saya, arisan bodong bukan hanya soal kehilangan uang, tetapi tentang hilangnya kepercayaan sosial dan lemahnya literasi hukum di kalangan muda,” ucapnya.

Pihak yang dirugikan dapat menggunakan jalur pidana dengan pasal-pasal seperti Pasal 378 KUHP (Penipuan), Pasal 372 KUHP (Penggelapan), hingga Pasal 28 ayat (1) UU ITE (penyebaran informasi bohong).

Selain itu, jalur perdata juga terbuka melalui Pasal 1243 KUHPerdata (wanprestasi) dan Pasal 1365 KUHPerdata (Perbuatan Melawan Hukum) untuk menuntut ganti rugi.

Andik juga menekankan bahwa pencegahan jauh lebih strategis daripada penegakan hukum semata.

Ia mengamati bahwa banyak admin arisan bodong awalnya bukan pelaku kriminal profesional, melainkan teman sebaya yang tergiur memutar dana.

“niat baik tidak menghapus unsur pidana ketika kepercayaan disalahgunakan,” tegasnya.

Untuk mencegah menjadi korban, ia menyarankan beberapa langkah sederhana, pastikan identitas penyelenggara dan rekening arisan jelas dan transparan, buat perjanjian tertulis dengan bukti transfer dan sistem giliran yang transparan, hindari arisan dengan janji keuntungan tetap dan laporkan ke OJK atau aparat penegak hukum jika menemukan indikasi penipuan.

“Perbaikan tidak cukup dilakukan di ruang sidang, tetapi juga di ruang publik melalui literasi hukum dan kesadaran kritis masyarakat,” tutupnya.

Reporter : Tim Redaksi SRTV

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *