Berita  

Puluhan Perangkat Desa Dipanggil Kejari Nganjuk, Ada Apa?

Nganjuk, SRTV.CO.ID – Pemanggilan puluhan perangkat desa oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk bersama Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Nganjuk dalam sosialisasi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) mendadak menjadi perhatian publik. Sosialisasi ini disebut bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada para pelaku usaha tambang terkait kewajiban pajak mereka, namun di balik itu muncul berbagai spekulasi yang mengundang tanda tanya.

Kegiatan yang berlangsung Sabtu (14/12/2024) itu dihadiri oleh Kepala Bapenda Nganjuk, Slamet Basuki, dan Kajari Nganjuk, Ika Mauluddhina. Dalam kesempatan tersebut, kedua pihak menegaskan pentingnya pajak MBLB sebagai salah satu sumber utama Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk mendukung pembangunan daerah, termasuk program Universal Health Coverage (UHC).

Pemanggilan perangkat desa untuk mendampingi pelaku usaha tambang menuai reaksi beragam. Beberapa pihak mempertanyakan urgensi kegiatan ini, terutama mengingat isu pajak MBLB bukanlah hal baru di Kabupaten Nganjuk. Apakah ini murni upaya preventif atau ada indikasi tekanan terhadap pihak-pihak tertentu?

“Kenapa perangkat desa harus ikut terlibat? Apakah ada kewajiban mereka dalam konteks ini? Kami khawatir ada hal-hal yang disembunyikan,” ujar salah satu sumber anonim yang merupakan perangkat desa di Nganjuk.

Menurut Slamet Basuki, langkah ini dilakukan untuk memastikan para pelaku usaha tambang memahami dan mematuhi kewajiban mereka. Namun, sumber lain menyebutkan bahwa ada dugaan pengusaha tambang besar yang menunggak pajak dalam jumlah signifikan. Jika benar, hal ini memunculkan pertanyaan: apakah Kejari dan Bapenda akan bertindak tegas tanpa pandang bulu?

Kajari Nganjuk, Ika Mauluddhina, dalam pernyataannya menegaskan pentingnya sistem self-assessment yang memungkinkan wajib pajak menghitung kewajiban mereka sendiri. Namun, ia juga mewanti-wanti adanya potensi manipulasi data untuk mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan.

“Jika ada manipulasi atau pelanggaran, kami tidak akan segan memberikan sanksi pidana. Namun, kami lebih mengutamakan langkah preventif agar kewajiban pajak bisa dipenuhi secara sukarela,” tegasnya.

Namun, investigasi awal menunjukkan adanya indikasi pelaku usaha tambang yang sengaja meremehkan sistem ini dengan melaporkan data yang tidak sesuai kenyataan. Beberapa pelaku usaha diduga melaporkan volume tambang lebih kecil dari realitas, sehingga nilai pajak yang dibayarkan jauh di bawah yang seharusnya.

Pemanggilan perangkat desa juga memunculkan spekulasi tentang motif politik di balik langkah ini. Ada kekhawatiran bahwa sosialisasi ini digunakan untuk mendekatkan Bapenda dan Kejari dengan perangkat desa sebagai bagian dari agenda yang lebih besar. Apakah ini langkah murni demi kepatuhan pajak atau ada maksud politis di baliknya?

Seorang pengamat kebijakan daerah yang enggan disebutkan namanya menyebutkan, “Kolaborasi antara Bapenda dan Kejari ini menarik, tapi jangan sampai hanya menjadi formalitas untuk meningkatkan citra. Yang lebih penting adalah memastikan para pelaku usaha tambang yang memiliki beban pajak besar benar-benar membayar sesuai aturan.”

Pemerintah Kabupaten Nganjuk melalui program UHC menargetkan anggaran Rp100 miliar setiap tahun dari PAD, termasuk pajak MBLB. Namun, pertanyaannya adalah, apakah sosialisasi ini benar-benar efektif untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak? Ataukah ini hanya akan menjadi wacana tanpa hasil konkret?

Investigasi lebih lanjut diperlukan untuk mengungkap apakah ada permainan di balik pelaksanaan pajak MBLB ini. Yang jelas, publik akan terus mengawasi apakah langkah ini benar-benar untuk kepentingan masyarakat atau sekadar aksi simbolis.

Reporter : M Zaki Mawardi
Editor : Irwan Maftuhin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *