Berita  

Dedengkot Salam Lima Jari Dipolisikan Atas Kasus Dugaan Penipuan dan Penggelapan, Begini Ceritanya

Nganjuk, SRTV.CO.ID – Yulia Margaretha, dedengkot Salam Lima Jari warga Jalan Merdeka Kelurahan Mangundikaran Kecamatan Nganjuk Kabupaten Nganjuk dilaporkan ke SPKT Polres Nganjuk, Selasa (15/10/2024).

Pelaporannya, Anik Setyowati (47) warga Desa Kwagean Kecamatan Loceret Kabupaten Nganjuk, yang mengalami kerugian hingga puluhan juta rupiah, dan rumahnya terancam disita bank setelah diduga ditipu oleh Yulia Margaretha, yang tak lain teman dekatnya sendiri.

Rumah Anik Setyowati terancam dilelang meski telah berusaha melunasi utangnya. Yang lebih mengejutkan, uang yang dititipkan kepada seorang perantara untuk pembayaran utang justru raib tanpa jejak.

Erni Yunita, Kuasa Hukum Anik Setyowati mengatakan kasus ini bermula pada tahun 2014 ketika klien-nya meminjam uang sebesar Rp60 juta di salah satu BPR di Nganjuk.

Meski telah membayar angsuran selama 11 kali, kemudian klien-nya mengalami kesulitan ekonomi sehingga melanjutkan pembayaran. Akibatnya, rumahnya berkali-kali terancam dilelang.

“Klien saya ada tanggungan di bank, kebetulan waktu itu klien saya ini mengalami kesulitan ekonomi jadi karena tidak bisa membayar kemudian meminta bantuan kepada YM,” ujar Erni Yunita, Selasa (15/10/2024).

Kemudian pada tahun 2022, dalam upaya menyelamatkan rumahnya, klien-nya ditawari bantuan oleh Yulia Margaretha atau YM untuk bernegosiasi dengan pihak BPR. Yulia berjanji kepada klien-nya untuk meringankan cicilan hingga proses pelelangan rumah juga bisa dibereskan. Dengan syarat memberikan Rp4 juta diangsur secara berkala.

“YM mau membantu menurunkan lelangnya dengan syarat klien saya harus memberikan uang Rp 40 juta dan itu diangsur selama 3 kali,” kata dia.

Namun saat melakukan mediasi antara klien-nya dengan BPR di Pengadilan Negeri Nganjuk, pada 25 April 2024 pihak BPR menegaskan tidak pernah menerima uang dari siapapun atas nama Anik Setyowati.

“YM meminta klien saya untuk menitipkan sejumlah uang sebagai cicilan. Namun, hingga saat ini, uang tersebut tidak kunjung disetorkan ke pihak BPR,” ujarnya.

“Kejadian bermula saat klien saya menitipkan uang sebesar Rp40 juta kepada YM tetapi oleh YM diduga tidak diberikan kepada salah satu bank yang ada di Nganjuk, uang itu malah digunakan oleh YM,” bebernya.

Merasa dirugikan, Anik Setyowati didampingi kuasa hukum kemudian melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian Polres Nganjuk. Dengan laporan dugaan tindak pidana penipuan atau penggelapan yang dilakukan YM. Penggelapan dan penipuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 372 KUHP dan atau 378 KUHP.

Dalam gugatannya, Anik Setyowati juga meminta ganti rugi materiil dan immaterial yang ditafsir hingga ratusan juta.

“Banyak kerugiannya selain materiil, ada immateriil, sejak saat itu klien saya mengalami jantung, kalau dengar apa deg atau kaget. banyak lagi kerugian lain juga ada stress, pengobatan tradisional ini harus ada gantinya,” jelasnya.

Sementara itu Kasat Reskrim Polres Nganjuk, AKP Julkifli Sinaga mengatakan setelah adanya laporan ini akan segera mempelajari dan menindaklanjuti dengan memanggil saksi hingga terlapor.

“Setelah laporan ini akan dilakukan pemeriksaan pemanggilan kepada saksi, hingga nanti terlapor. Terkait dengan lain-lainnya kita pelajari dulu,” tutur Kasat Reskrim Polres Nganjuk.

Terpisah, Yulia Margaretha sang dedengkot Salam Lima Jari saat dikonfirmasi wartawan mengatakan jika Anik Setyowati sebelumnya datang ke rumahnya untuk minta nasihat karena rumahnya akan dilelang bank.

“Waktu itu saya kasih nasihat ke dia jika yang bisa mengatasi penangguhan lelang itu pengacara. Setelah dia sepakat, akhirnya saya bantu carikan pengacara,” ujar perempuan yang akrab disapa Yulma ini.

Di hadapan pengacara, lanjut Yulma, si Anik mengatakan jika harus membayar uang lelang sebesar Rp150 juta. Sedangkan tim pengacara mengatakan jika biaya pengacara dan penebusan itu cukup Rp100 juta.

“Saya saksinya. Si Anik sepakat membayar ke pengacara sebesar Rp100 juta. Selanjutnya si Anik membuat surat kuasa dengan pengacara dan titip uang Rp25 juta, dan sisanya yang Rp75 juta dijanjikan dua bulan lagi,” jelas Yulma.

Yulma menjelaskan, uang tersebut bukan untuk dirinya, namun untuk pengacara sesuai kesepakatan sebelumnya. Hanya saja, uang tersebut oleh Anik dititipkan kepada, dan dibuatkan kwitansi.

“Karena memang saya yang menerima uang, makanya saya buatkan tanda terima. Namun uang itu bukan buat saya, tapi uang pengacara,” tegasnya.

Setelah uang diterima, kata Yulma, uang tersebut langsung disampaikan kepada pengacara, karena memang sesuai kesepakatan perkara ini akan ditangani oleh pengacara tersebut.

Dua bulan kemudian, ternyata si Anik tidak sesuai janjinya. Atas saran Yulma, maka dianjurkan untuk mengangsur hingga genap Rp100 juta sesuai kesepakatan awal.

“Lalu dia mengangsur Rp 10 juta, Rp 5 juta, hingga sampai Rp40 juta. Kemudian ada penawaran sisanya akan dibayar 8 kemudian, namun dia tidak menepati janjinya,” imbuhnya.

Selang 2 tahun kemudian, Anik koar-koar lagi karena rumahnya akan dilelang lagi. Untuk menghindari pelalangan, akhirnya tim pengacara mengajukan sidang.

“Namun saat sidang digelar dan ada kesepakatan rumah mau dilelang, dia tidak datang sama sekali. Padahal awalnya dia datang ke pengadilan,” urai Yulma.

“Semua bukti saya rekam, mulai penandatanganan surat kuasa pada tim pengacara. Mungkin dia lupa kalau sudah ada kesepakatan sebelumnya,” tutupnya.

Reporter : Asep Bahar
Editor : Irwan Maftuhin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *