Berita  

Ironi di Balik Museum Marsinah, Nama Mujiati Tenggelam Saat Sang Kakak Jadi Pahlawan Nasional

Nganjuk, SRTV.CO.ID – Suasana Desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Nganjuk, mendadak riuh pada Sabtu (27/12/2025).

Deretan mobil mewah pejabat negara terparkir rapi, mengiringi langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

Kedatangan mereka bertujuan mulia, melakukan groundbreaking atau peletakan batu pertama pembangunan Museum Nasional Marsinah, sang aktivis buruh yang kini resmi menyandang gelar Pahlawan Nasional.

Namun, di balik sorak-sorai keberhasilan diplomasi buruh dan janji-janji kesejahteraan yang diletupkan dalam sambutan resmi, ada satu sosok yang tampak asing di tanah kelahirannya sendiri.

Ia adalah Mujiati, adik kandung Marsinah. Sosok yang selama puluhan tahun berdiri di bayang-bayang perjuangan sang kakak, kini justru seolah tenggelam bak ditelan bumi di tengah kemegahan seremoni.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam sambutannya menegaskan bahwa pembangunan museum ini merupakan simbol kemenangan bagi kaum buruh di Indonesia.

“Alhamdulillah, hari ini kita melaksanakan groundbreaking untuk rumah singgah sekaligus Museum Nasional bagi Ibu Marsinah. Ini adalah bentuk penghormatan untuk mengenang beliau sebagai Pahlawan Nasional dari kalangan buruh. Kita berharap perjuangan beliau tetap hidup dalam bentuk yang positif,” ujar Jenderal

Kapolri juga menambahkan bahwa kehadiran museum ini diproyeksikan akan menghidupkan sektor UMKM setempat seiring banyaknya kunjungan aktivis buruh dari seluruh Indonesia.

Namun, narasi kesejahteraan ekonomi yang digemborkan tersebut terasa sangat kontras dengan realitas hidup Mujiati saat ini.

Namun, narasi manis tentang manfaat ekonomi terasa hambar bagi Mujiati.

Saat para pejabat berbicara tentang miliaran rupiah untuk pembangunan fisik, Mujiati justru masih bergelut dengan kerasnya hidup sebagai seorang buruh momong(pengasuh anak tetangga).

Ironisnya, nama Mujiati nyaris tak disebut dalam daftar panjang ucapan terima kasih di atas panggung protokol.

Mujiati menumpahkan getirnya realitas sebagai ahli waris yang terlupakan.

Ia mengaku tidak pernah merasakan bantuan tahunan sebesar Rp57 juta yang dikabarkan mengalir dari negara.

“Kalau bantuan (rutin) saya enggak pernah dapat sama sekali. Saya ini kerjanya buruh momong, Pak. Uang Rp57 juta itu katanya bukan dikasihkan ahli waris, tapi buat renovasi makam. Saya tidak tahu sama sekali, tidak pernah merasakan uang itu,” ungkap Mujiati dengan mata berkaca-kaca.

Ketidakjelasan ini pun merembet ke urusan lahan. Tanah yang kini diproyeksikan menjadi museum ternyata menyimpan sengketa batin bagi Mujiati.

Ia mengaku tak pernah diajak bicara saat lahan milik almarhumah kakaknya berpindah tangan.

“Sebenarnya saya tidak tahu sama sekali, saya tidak pernah diajak bicara. Cuma saya dengar katanya dibeli Rp400 juta oleh Pak Andi Gani (Presiden KSPI). Saya tidak tahu itu dihibahkan atau bagaimana, tiba-tiba sudah bukan milik saya,” ucapnya.

Presiden KSBSI, Elly Rosita Silaban, mengakui adanya simpang siur mengenai bantuan bagi keluarga, mengingat Marsinah meninggal dalam status belum menikah.

“Kalau soal bantuan keluarga saya kurang tahu, karena beliau (Marsinah) kan belum menikah. Barangkali keluarga akan membicarakan itu nantinya. Tapi yang pasti, kita berterima kasih kepada Presiden Prabowo atas gelar pahlawan ini,” kata Elly.

Bagi Mujiati, keberadaan museum adalah kebanggaan sekaligus luka. Ia senang kakaknya dihormati, namun ia pedih melihat bagaimana dirinya, yang merupakan darah daging Marsinah, justru terpinggirkan saat semua orang mulai “menjual” nama besar kakaknya.

Saat iring-iringan Kapolri meninggalkan lokasi dengan pengawalan ketat, Mujiati kembali ke rumah sederhananya. Menyiapkan diri untuk kembali mengasuh anak orang lain demi sesuap nasi, sementara di seberang jalan, semen pertama museum kakaknya mulai mengering.

Reporter : Etna Laela
Editor : Tim Redaksi SRTV

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *