Nganjuk, SRTV.CO.ID – Rencana pembangunan kembali Jembatan Kertosono atau yang akrab disebut Treteg Kertosono menuai pro-kontra di kalangan masyarakat.
Di satu sisi, Pemerintah Kabupaten Nganjuk berencana membongkar jembatan berusia lebih dari satu abad tersebut untuk membangun struktur baru yang lebih modern.
Di sisi lain, sebagian masyarakat bersikeras agar jembatan bersejarah ini dipertahankan karena nilai historisnya.
Bupati Nganjuk, Marhaen Djumadi, menanggapi polemik ini dengan tegas. Bupati mempertanyakan status jembatan tersebut sebagai cagar budaya.
“Itu sebenarnya bukan cagar budaya. Nah, Kota Sejuk tolong dicek betul. Termasuk tadi bukan cagar budaya ya ojo digali cagar budaya,” ujar Marhaen.
Marhaen menambahkan bahwa kondisi jembatan yang rusak dan tidak berfungsi menjadi alasan utama untuk melakukan pembangunan ulang.
“Kita kepengin itu kan jembatannya seperti itu, sudah putus, kasihan juga. Untuk apa kalau enggak anu (berfungsi),” katanya.
Sementara Kepala Bidang Kebudayaan Disporabudpar Kabupaten Nganjuk, Amin Fuadi, menjelaskan bahwa Jembatan Kertosono memang belum ditetapkan sebagai cagar budaya.
Hal ini dikarenakan belum adanya penetapan dari Tim Ahli Cagar Budaya (TACB), baik di tingkat kabupaten maupun provinsi.
“Salah satu sebabnya adalah data pemilik aset belum jelas,” kata Amin.
Meski demikian, jembatan ini saat ini berstatus sebagai Objek yang Diduga Cagar Budaya (ODCB).
Amin menegaskan bahwa perlakuan terhadap ODCB sama seperti cagar budaya.
“Statusnya kita anggap sebagai Objek yang Diduga Cagar Budaya, tapi perlakuannya tetap sebagai cagar budaya,” tegasnya.
Amin juga menyoroti nilai historis yang kuat dari jembatan ini, terutama terkait peristiwa Agresi Militer Belanda kedua pada tahun 1949.
Ia menceritakan bahwa Jembatan Kertosono menjadi saksi bisu perjuangan TNI bersama masyarakat dalam upaya menahan laju pasukan Belanda.
“Saat itu, TNI bersama masyarakat mencoba menahan rombongan pasukan Belanda dari Surabaya agar tidak bisa masuk ke wilayah Nganjuk dengan cara meledakkan jembatan, meski usaha tersebut gagal,” jelasnya.
Is mengusulkan solusi kompromi, yaitu membangun jembatan baru sebagai fasilitas utama, sementara jembatan lama tetap dipertahankan.
“Dengan begitu, kita bisa memiliki fasilitas baru yang modern, tetapi sejarah masa lalu tetap berdiri kokoh sebagai warisan berharga,” jelasnya.
Sementara itu, dari sudut pandang masyarakat, Muhammad Ikra, seorang pelajar, mengungkapkan harapannya agar pembangunan jembatan segera dilakukan.
“Ya maunya gitu biar enggak terlalu jauh gitu naik ke jembatan sana. Maunya dibangun saja secepatnya buat itu mempermudah akses transportasi,” ujar Ikra.
Reporter : CR1
Editor : Tim Redaksi SRTV