Berita  

PT KAI Tertibkan Lahan di Madiun Tapi Warga Mengaku Tak Dilibatkan

Madiun, SRTV.CO.ID – Dengan dalih optimalisasi aset negara dan pengembangan pelayanan stasiun, PT KAI Daop 7 Madiun melakukan penertiban lahan seluas 3.144 meter persegi di Jalan Anggek, Kelurahan Oro-Oro Ombo, Kecamatan Kartoharjo.

Pihak KAI menyebut telah melakukan pendekatan persuasif sejak awal 2025. Namun, sejumlah warga yang ditemui mengaku tidak pernah dilibatkan dalam diskusi terbuka maupun musyawarah menyeluruh.

Informasi dianggap sepihak, datang dalam bentuk pemberitahuan, bukan dialog.

“Kami cuma diberi tahu, bukan diajak bicara. Ini tanah yang sudah kami tinggali puluhan tahun, tiba-tiba disebut ilegal,” kata Suyono, warga yang kini bangunannya termasuk dalam daftar penertiban.

Warga lainnya, ibu rumah tangga bernama Ninik, mengaku menerima surat pemberitahuan hanya dua minggu sebelum eksekusi. Tidak ada kejelasan soal ganti rugi, relokasi, apalagi perlindungan hukum.

KAI berdalih bahwa kawasan ini akan digunakan untuk relokasi ekspedisi dan penataan kantor teknis Stasiun Madiun.

Namun hingga kini, tidak ada detail rencana pembangunan yang dipublikasikan ke publik. Tidak ada peta konsep, timeline, atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang bisa diakses.

Ironisnya, justru muncul isu santer bahwa lahan tersebut akan digunakan untuk keperluan lain yang bersifat komersial.

Salah satu sumber internal menyebut kemungkinan kerja sama dengan pihak swasta untuk pengembangan fasilitas bisnis yang menyatu dengan stasiun, namun belum dapat diverifikasi secara resmi.

Penertiban didukung penuh oleh aparat gabungan dari TNI, Polri, BPN, hingga pemerintah daerah. Di atas kertas, ini tampak sebagai kolaborasi solid. Tapi di lapangan, kehadiran aparat justru menciptakan tekanan psikologis bagi warga.

“Kami merasa seperti kriminal, padahal kami hanya ingin tetap tinggal di rumah sendiri,” ujar seorang lansia yang menyaksikan langsung proses eksekusi dengan pengamanan ketat.

Dalam penjelasan resminya, KAI mengklaim 21 bangunan non-RPR tidak memiliki kontrak, sehingga dianggap menempati aset negara secara ilegal.

Tapi banyak warga mempertanyakan keabsahan data tersebut. Beberapa bahkan menyimpan bukti pembayaran retribusi, tagihan listrik dan air atas nama resmi, serta KTP dengan alamat sesuai rumah tersebut.

Reporter : Rio Hermawan

Editor : Tim Redaksi SRTV

Exit mobile version