Berita  

Begini Penyelesaian Sengketa Perselisihan Hasil Pilkada Menurut Pengamat Hukum

Nganjuk, SRTV.CO.ID – Setelah berlangsungnya proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 di Kabupaten Nganjuk, 2 Pasangan Calon (Paslon) sudah saling berkontestasi mengklaim akan kemenangan dari hasil proses pemilihan.

Kedua Paslon tersebut yakni Paslon nomor urut 01 Muhammad Muhibbin Nur- Aushaf Fajr Herdiansyah, atau Gus Ibin-Aushaf dan Paslon nomor urut 03 Marhaen Djumadi – Trihandy Cahyo Saputro atau Kang Marhaen-Mas Handy.

Dengan adanya klaim kemenangan dimasing- masing pihak, kemungkinan hasil Pilkada Kabupaten Nganjuk 2024 akan rawan sampai gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK), mengingat selisih suara antara kedua Paslon tersebut sangat tipis.

Menurut praktisi hukum Nganjuk, Dr. Wahju Prijo Djatmiko, S.H., M.Hum., M.Sc., bahwa dalam menghadapi persoalan perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Nganjuk, boleh saja kedua Paslon saling klaim kemenangan, yang penting masing-masing pihak bisa menjaga agar tidak terjadi ketidaknyamanan horizontal.

Berkaitan dengan itu, semua pihak diharapkan sebaiknya memahami terlebih dahulu berkenaan dengan hukum positif terkait Pilkada di Indonesia.

Bahwa persoalan ambang batas pengajuan Permohonan Perselisihan Hasil Pilkada (PHPKada) sudah termuat dalam Pasal 158 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Kepala Daerah menjadi UU.

Norma Pilkada ini mengamarkan bahwa pengaturan terhadap peserta pemilihan Kepala Daerah dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara dengan ketentuan persentase perbedaan berkisar antara 0,5 persen sampai 2 persen. Presentase tersebut bergantung dengan jumlah penduduknya dengan rasio penduduk lebih tinggi dan jumlah persentasenya lebih rendah.

Hal ini perlu dipahami betul oleh pasangan calon, tim kemenangan pasangan calon, partai politik, bahkan masyarakat luas. Karena dikhawatirkan pihak yang berargumen dari kedua belah pihak yang bersengketa menjadikan pasal 158 UU Pilkada seperti pisau bermata dua.

Di sisi lain, Peneliti LKHPI (Lembaga Kajian Hukum Perburuhan Indonesia), Nadhila Qisthy Nur Shabrina, S.H., di kantornya, menyatakan bahwa pada dasarnya, PHPKada tersebut dapat menimbulkan perselisihan hukum dalam pelaksanaan hak konstitusional di bidang politik, khususnya hak untuk memilih (right to vote) dan hak untuk dipilih (right to be voted or to be candidate).

Sejumlah fakta menunjukkan, sebagian pasangan yang kalah dalam proses pemilihan, seakan berupaya memakai jalur gugatan ke MK menjadi jalan pintas untuk mengoreksi suara rakyat. Pilihan menggunakan jalur MK seperti berubah menjadi modus baru ketika muncul alasan dugaan pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif.

Selanjutnya, peneliti muda alumnus Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini, menyatakan bahwa Mahaguru Hukum Tata Negara, Prof Yusril Ihza Mahendra pada tahun 2014 ketika menjadi saksi dalam sengketa Pemilu dan menyebut MK tak seharusnya menjadi “Mahkamah Kalkulator” karena memiliki kewenangan memeriksa substansi penyelenggara pemilihan.

Di sisi lain, Saldi Isra pun mengemukakan bahwa, sekiranya dalam hal penyelesaian PHPKada ini dilakukan tanpa pengaturan yang lebih ketat pihak-pihak yang dapat mengajukan sengketa Pilkada, MK potensial kehilangan fokus melaksanakan wewenang dalam UUD 1945 terutama judicial review.

Hal demikian sejatinya menghambat pencarian keadilan substantif, pemurnian hasil pemilu, dan pemilu yang konstitusional. Pihak tertentu dapat saja mengupayakan terjadinya kecurangan secara parsial terhadap daerah-daerah yang dianggap tidak signifikan mendongkrak suara salah satu pasangan calon.

Diakhir wawancara, tokoh Nganjuk yang biasa dipanggil Kaji Wahyu, memberikan rekomendasi bahwa pasangan calon dan para pendukungnya diharapkan dapat saling menghormati, menjaga kerukunan, ketentraman dan kedamaian Kabupaten Nganjuk.

Mengenai pengajuan sengketa dipersilahkan agar dipersiapkan secara cermat dan hati-hati, karena setiap upaya hukum itu membutuhkan biaya yang tidak murah. Di samping itu, rujuk betul UU dan ketentuan-ketentuan terkaitnya agar terlindungi dari akibat hukum yang justru dapat merugikan para pihak.

Reporter : Fatma

Editor : Irwan Maftuhin

Exit mobile version