Kasus Pajak Tambang Berlarut-larut, Massa Aktivis dan LSM se-Nganjuk Demo di Pemkab dan Kejaksaan

Nganjuk, srtv.co.id – Massa gabungan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan aktivis se-Kabupaten Nganjuk melakukan demonstrasi di depan kompleks Kantor Bupati Nganjuk, Selasa pagi (14/5/2024).

Mereka yang terdiri dari LSM Salam Lima Jari (SLJ), Gerakan Anti Korupsi dan Ketidakadilan (GAKK), dan sederet tokoh aktivis Nganjuk lainnya, sama-sama menyuarakan kegeraman atas berlarut-larutnya perkara pelaku tambang, yang menunggak pembayaran pajak ke Pemkab Nganjuk.

Salah satu yang mencolok adalah PT Akhsa Energi Indonesia, yang melakukan eksploitasi tanah uruk di wilayah Desa Karangsono, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk.

“Kami mendapatkan data, dan sudah kami jadikan bukti laporan juga di Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk, bahwa PT Akhsa Energi yang menyuplai pengurukan tanah untuk proyek di Desa Babadan (Kecamatan Pace) milik PT Gudang Garam itu, seharusnya (dari pajaknya) minimal bisa masuk ke PAD (pendapatan asli daerah) sebesar Rp 800 juta. Ini minimal,” ujar Yuliana Margaretha, koordinator aksi demo dari SLJ.

Namun, dari bukti data transaksi yang dikantonginya, Yuliana menyebut bahwa PT Akhsa Energi hanya menyetor pajak sebesar Rp 75 juta.

“Kami ingin mendapat jawaban, mengapa ini bisa terjadi? Padahal keberadaan investor pertambangan di Nganjuk seharusnya bisa menambah PAD secara maksimal dan menyejahterakan masyarakat,” imbuh Yuliana.

Seusai aksi, dilakukan perundingan di ruang rapat Asisten Pemerintah dan Kesejahteraan Rakyat Pemkab Nganjuk. Di mana, turut dihadirkan perwakilan pimpinan PT Akhsa Energi Indonesia.

Dalam pertemuan antara pendemo, Pemkab Nganjuk dan pelaku tambang, Selasa (14/5/202r), Angka Wijaya, Staf Pelaksana Bagian Penagihan, Pengelolaan Pendapatan Bapenda Nganjuk menjelaskan, bahwa sesuai peraturan, tarif pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB) sudah ditetapkan sebesar 25 persen.

“Harga satuan tanah uruk adalah Rp 20 ribu. Jadi per kubik-nya Rp 5.000. Kalau 1 truk tonasenya 6 kubik, maka kewajiban pajaknya dalam 1 truk itu Rp 30 ribu. Dibebankan kepada pemilik tambang sesuai izin yang diterbitkan oleh Dinas ESDM Pemprov Jatim,” terang Angka Wijaya.

Terkait proses penagihan terhadap PT Akhsa Energi Indonesia, lanjutnya, pada Oktober 2023 perusahaan tersebut sudah pernah membayar pajak sebesar Rp 35.880.000.

“Kemudian pada November 2023, berdasarkan SPPD yang kami kirimkan dan sudah diisi oleh wajib pajak (PT Akhsa Energi Indonesia), sebesar Rp 304.500.000, itu sampai hari ini belum dibayarkan,” ujar Angka Wijaya.

Berikutnya, berdasarkan self assesment yang diisi PT Akhsa Energi Indonesia pada Desember 2023, ada pajak sebesar Rp 161.825.000 yang hingga kini juga belum dibayarkan. Di mana, menurut Angka Wijaya sudah dilakukan penagihan sebanyak 3 kali.

Lebih lanjut, pihaknya juga sudah mengirimkan surat pemberitahuan pajak daerah (SPTPD) kepada PT Akhsa Energi Indonesia untuk Bulan Januari, Februari, Maret dan April 2024. Lagi-lagi, sampai saat ini belum diisi dan dikembalikan ke Bapenda Nganjuk.

Novi Arianto, perwakilan PT Akhsa Energi Indonesia yang hadir dalam pertemuan tersebut tak menampik, bahwa perusahaannya belum menyelesaikan tunggakan pembayaran pajak ke Pemkab Nganjuk. Kendati, seluruh proses perizinan dan kewajiban kompensasi ke masyarakat disebutnya sudah dilakukan.

Novi mengaku, alasan perusahaannya belum melunasi tunggakan pajak lantaran keberatan dengan besaran nilai yang ditetapkan.

“Kami minta untuk dikaji ulang (besaran pajak tambang), dengan daerah lain. Karena kalau nominalnya terlalu besar seperti di Nganjuk ini, mohon maaf, penambang nggak bisa bathi (untung),” ujar Novi.

Ia lalu membandingkan dengan Kediri, di mana nilai pajaknya disebutnya lebih terjangkau. Yakni sebesar Rp 7.500 per truk/rit dari harga satuan Rp 5.000.

“Sedangkan di Nganjuk ini (harga satuannya) Rp 20 ribu, dikalikan 6 kubik (tonase per truk), lalu dikalikan 25 persen, ketemu pajaknya Rp 30 ribu per rit,” ujar Novi.

Sementara itu, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Pemkab Nganjuk, Samsul Huda menegaskan, bahwa pelaku usaha tambang di Kabupaten Nganjuk wajib membayar pajak sesuai peraturan yang telah ditetapkan.

“Teman-teman pelaku tambang harus konsisten, harus taat terhadap peraturan. Baik itu pembayaran pajak untuk pendapatan daerah, maupun pemenuhan kompensasi terhadap lingkungan, masyarakat dan fasilitas jalan yang terdampak,” ujar Samsul.

Menanggapi perbandingan tarif pajak dengan daerah lain, Samsul menyebut bahwa setiap daerah berbeda-beda besarannya. Ada yang lebih besar, ada pula yang lebih rendah dari Kabupaten Nganjuk.

Namun, menurut Samsul, harga satuan Rp 20 ribu yang ditetapkan di Kabupaten Nganjuk ini adalah nilai rata-rata. Hampir merata diterapkan di berbagai kabupaten dan kota.

Berikutnya, terkait usulan mengkaji ulang tarif pajak dari pengusaha tambang, Samsul memastikan bahwa nominal yang sudah ditetapkan tidak akan serta-merta diubah.

“Dalam waktu dekat ini tidak (diubah). Karena perda-nya baru diundangkan di 2024 ini, dan perbup-nya juga masih proses penyelesaian. Maka saya kira tidak akan melakukan perubahan terhadap ketentuan (tarif pajak tambang) ini,” pungkas Samsul Huda.

Samsul Arifin

Exit mobile version