Satlantas Polres Nganjuk Fasilitasi Penyandang Disabilitas Ikuti Ujian SIM D – srtv.co.id

 

srtv.co.id Nganjuk | Berawal dari aduan GERATIN Nganjuk kepada Ketua DPRD Nganjuk Tatit Heru Tjahjono, terhadap keluhan para kaum di sabilitas agar memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) wajib dimiliki semua pengemudi kendaraan bermotor, termasuk bagi kalangan disabilitas. Mereka harus mengantongi SIM D (difabel) Nganjuk 18/01/22

Kasat Lantas Dampingi Peserta Tunarungu Ujian SIM

Aduan dari pentolan DPRD itu labgsung di respon baik oleh kapolres nganjuk, AKBP. Boy Jekson S, SH, S.I.K, MH. Namun, meski polisi sudah memberikan kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk menggunakan kendaraan, nah bagi penyandang tunarungu hingga saat ini masih abu-abu. Beberapa daerah ada yang mengizinkan tapi ada juga yang belum.

Menyikapi hal tersebu menurut Petunjuk Kapolres Nganjuk Satlantas Polres Nganjuk, memberika kesempatan bagi para penyandang difabel terutama, Tuna Rungu untuk mengikuti beberapa rangkain untuk mengikuti, ujian SIM, muali dari tes Kesehatan, Pisikotes, Ujian Teori dan yang terakir ujian praktek di lapangan.

Dari tiga belas anggota GERTIN Nganjuk yang mengikuti ujian hanya tiga orang yang lolos mengikuti ujian Teori dengan bantuan Penerjemah dari SLB Panti kosala Mastrip, penguji berkomunikasi dengan para peserta, namun sayang dari 13 perserta tersebut gugur saat mengikuti Ujian praktek Tepatnya saat jalur angka Delapan.

Menurut Kasat lantas Polres Nganjuk AKP. Indara Budi Wibowo, SH, S.I.K, mengatakan untuk para penyandang difabel tuli atau tunarungu belum bisa mendapatkan SIM karena pertimbangan keselamatan.

Tidak bisa (memiliki SIM D) itu sesuai dengan pasal 35 Perkapolri nomor 9 tahun 2012 tentang SIM. Dalam aturan tersebut memang benar menegaskan untuk memiliki SIM pemohon harus lulus persyaratan kesehatan salah satunya pendengaran.

Di bagian 3 pasal 35 dituliskan sebagai berikut Kesehatan pendengaran, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, diukur dari kemampuan mendengar dengan jelas bisikan dengan satu telinga tertutup untuk setiap telinga dengan jarak 20 cm (senti meter) dari daun telinga, dan kedua membran telinga harus utuh.

Berlandaskan aturan tersebutlah pihak kepolisian belum bisa menerbitkan SIM untuk penyandang disabilitas tuli. Pada pasal yang sama juga dijelaskan bagi para penyandang tunanetra belum diizinkan memiliki SIM D.

Dalam Undang-undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Di pasal 80 huruf e disebutkan Surat Izin mengemudi D berlaku untuk mengemudikan kendaraan khusus bagi penyandang disabilitas.

Dasar hukum inilah yang membuat beberapa pegiat memperjuangkan hak memiliki SIM bagi para penyandang disabilitas termasuk kaum tunarungu.

Disabilitas memang pada undang-undang tersebut (UU no 22) tidak dijelaskan secara rinci. seharusnya ada PP (Peraturan Pemerintah) disabilitas yang dimaksud seperti apa. Karena bicara keselamatan bukan tentang dirinya saja tapi orang lain juga.

AKP. Indra Budi Wibowo berharap dalam waktu dekat pemerintah bisa menerbitkan PP atau juklak yang bisa mengatur dan menjelaskan undang-undang tersebut dengan lebih lengkap.

Sehingga ini tidak jadi ambigu terhadap pelaksanaan dan implementasinya. Karena ini akan menjadi bumerang bagi pemerintah sendiri. Akan timbul kontradiksi mengapa ada undang-undang tapi tuna rungu atau tuna netra tidak diperbolehkan.

Jika dilihat dari sisi keselamatan, Indra “setuju dengan aturan pasal 35 Perkapolri nomor 9 tahun 2012 tentang SIM”. Tandas indra.

Musababnya, menurut dia, jalan raya jadi tempat paling berbahaya dan paling besar menyumbang angka kematian akibat kecelakaan.

“Berdasarkan fakta dari jumlah kematian dan kecelakaan yaitu aktivitas berkendara di jalan raya. Saya setuju dengan aturan itu, dengan tegas tidak diperkenankan terlebih dulu karena ini akan sangat membahayakan mereka dan orang lain,” Punkas Indra.

Reporter : Erlita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *