Nganjuk – srtv.co.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk kembali mengikuti agenda persidangan secara maraton pada Selasa 22 Juni 2021. Kali ini sebanyak 21 terdakwa dari 12 perkara tindak pidana.
Dalam sidang yang digelar secara virtual dari tiga lokasi berbeda tersebut, ada salah satu perkara yang paling menyita perhatian publik. Yakni, pemalsuan mata uang Rupiah, yang melibatkan terdakwa Hartoyo Kepala Desa (Kades) Rowomarto, Kecamatan Patianrowo, Kabupaten Nganjuk.
Kepala Kejari Nganjuk Nophy Tennophero Suoth, melalui Kepala Seksi Intelijen Dicky Andi Firmansyah mengatakan, agenda persidangan untuk terdakwa Hartoyo hari ini adalah pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Nganjuk.
“Benar, JPU Kejari Nganjuk hari ini mengikuti persidangan secara online atau daring, yang dilaksanakan di tiga tempat yang berbeda yakni Pengadilan Negeri Nganjuk, Kejaksaan Negeri Nganjuk dan Rutan Kelas II-B Nganjuk. Salah satunya terkait pemalsuan mata uang dengan agenda tuntutan,” ujar Dicky dalam keterangan pers Selasa sore (22/6).
JPU Kejari Nganjuk dalam perkara tersebut yakni Deris Andriani. Sedangkan majelis hakim-nya terdiri dari Chita Cahyaningtyas, Triu, dan Feri Deliansyah.

Menurut Dicky, terdakwa Hartoyo yang diketahui menjabat Kepala Desa Romowarto, dinilai telah melanggar pasal 245 KUHP dan pasal 36 ayat (3) UU RI No 7 tahun 2011 tentang Mata Uang.
Pasal tersebut berbunyi, barang siapa dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak palsu padahal ditiru atau dipalsu olehnya sendiri atau waktu diterima diketahuinya bahwa tidak asli atau palsu.
Lebih lanjut Dicky menjelaskan, sepekan sebelum sidang tuntutan hari ini, tepatnya 15 Juni 2021 lalu, telah dilaksanakan sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa.
Sebagai tindaklanjutnya, kata Dicky, maka hari ini JPU menuntut dan menyatakan terdakwa Hartoyo telah terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana dalam pasal 36 ayat (2) dan ayat (3) UU RI NO 7 Tahun 2011 tentang mata uang.
“Jaksa Penuntut Umum menuntut agar Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara selama tiga tahun dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan, dan membayar denda sebesar Rp 5 juta. Apabila terdakwa tidak sanggup membayar denda tersebut subsidair 4 (empat) bulan kurungan,” terangnya.
Barang bukti yang disita dari terdakwa adalah 1 unit printer Hawlett Packard putih,1 buah kardus warna coklat, 1 bendel kertas warna putih, 1 buah dompet hitam, 23 lembar kertas gambar pecahan Rp 100 ribu dengan nomor seri berbeda untuk dirampas dan dimusnahkan.