KH. Chayatuddin Rozi, Sang Wali, Ulama Besar NU dan Pejuang Kemerdekaan

Srtv.co.id.Nganjuk | Nama besar KH Chayatuddin Rozi bagi sebagian besar ulama sepuh NU di Indonesia sudah tidak diragukan lagi. Ulama yang pernah menjadi Mustasyar PCNU Nganjuk ini dikenal dengan panggilan MbahChayat. Secara penampilan Ulama nganjuk ini dalam penampilannya berbusana Jas Nasional dan tidak memakai surban bahkan Baju Gamis layaknya Kyai pada umunya. Beliau tidak hanya berkontribusi besar bagi NU namun juga terhadap perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Minggu (21/02/2021) redaksi berkesempatan silaturahmi dikediaman menantu KH. Chayatuddin Rozi, KH.Achmad Khunain di Desa Bonggah Kelurahan Ploso Nganjuk .Kyai yang akrab dipanggil Kyai Khunain didampingi Putranya Gus Ib di Kediamannya area Pondok Pesantren Az-zahid. Kyai Khunain menyampaikan perjalanan hidup dan perjuangan semasa hidup mbah Chayat baik secara langsung,maupun dari orang terdekat dan santri-santrinya. Ada kerinduan dan kesan mendalam dalam setiap kisah yang disampaikan mengenang sang Guru sekaligus Mertua. Bahkan tidak jarang Kyai Khunain meneteskan air mata. Berikut sedikit Kisah Sang Ulama besar yang dimiliki Nganjuk,yang mungkin belum banyak dikenal pada generasi muda saat ini.

Chayatuddin Rozi dilahirkan di Desa Senjayan, Kecamatan Gondang Kabupaten Nganjuk Jawa Timur Tahun 1910 dari Pasangan KH. Imam Rozi .Chayatuddin Muda menimba Ilmu keagamaan diberbagai Pondok Pesantren Jawa Timur dan Jawa Tengah.diantaranya Ponpes Gedongsari Prambon Nganjuk dibawah asuhan KH.Mustajab selama 1th,Pondok Pesantren Tebu Ireng dibawah asuhan KH.Hasyim Asy’ari selama 6 Tahun,dan Pondok Pesantren Kesingan Rembang Jawa Tengah.

Selama menimba ilmu keagamaan diberbagai Pondok,Chayatudin Muda terlihat istimewa dan  menjadi perhatian dari sang Kyai dimana dia berada.misalnya, di PP Gedongsari Prambon,melihat kecerdasan santrinya yg bernama Chayatuddin Rozi Sang Kyai bermaksud menjadikan menantu bagi keturunannya meski saat itu sang Kyai belum memiliki keturunan.

Akhirnya, setelah beberapa tahun dikaruniai putri dan saat menginjak dewasa. Kyai Mustajab menikahkan Putrinya Mahbulatun dengan Chayatuddin Rozi sebagaimana harapannya dulu. Selain dengan Putrinya, Chayatuiddin juga menikah dengan Hindun Fatimah Binti Habib Sholeh Al Maghroby dan  dikaruniai Putra dan Putri yang bernama Nur Farida dan Mahfudz Chalimi yang dikenal dengan panggilan Gus Ipung.

Setelah dari Gedong sari,Chayatuddin melanjutkan nyantri di PP Tebu Ireng Jombang. Ditangan sang Hadratus Syech Hasyim Asyari,Chayatuddin Rozi menjdi Santri yang memiliki keistimewaan baik dari keilmuan maupun kepribadian. Bahkan saat Tebu Ireng kedatangan Tamu kehormatan Presiden RI Soekarno yang bertujuan meminta dukungan dlm perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan Belanda,secara khusus Mbah Hasyim Asyari menugaskan Santrinya Chayatuddin beserta 3 temannya melalui jalur Sungai dengan menggunakan Sampan sederhana menuju surabaya saat pergolakan peristiwa 10 November 1945. Linuwihnya sang santri berbekal restu sang Kyai, utusan Tebu Ireng mampu menguasai pertempuran hingga trjadi peristiwa terbunuhnya Jenderal Mallaby yang membuat Pihak Belanda trdesak dan kaget.

Kyai sederhana dengan jiwa sosial kuat di masyarakat.

Tidak hanya memliki keilmuan agama yg kuat,nbah Chayat juga dikenal masyarakat wilayah Nganjuk sebagai pribadi yang dekat dengan masyarakt lapisan bawah serta berjiwa sosial tinggi.hal ini dibuktikan,mbah Chayat dikenal sebagai Pedagang Sepeda yang disegani dikalangan sesama pedagang,bahkan Konon selama barang Dagangan sepedanya belum laku,pedagang lain dipastikan tidak ada yang laku dikarenakan banyak orang mencari dan memburu dagangan sepeda mbah chayat dibandingkn pedagang sepeda lainnya.

Dalam profesinya menjual beli sepeda,mbah chayat dari hasil berdagang Sepeda Onthel dikumpulkn untuk membangun Masjid di wilayah sekitar kota Nganjuk diantaranya Masjid di wilayah Senjayan,Demangan dan Janti.

Menjadi Penasehat Bupati Nganjuk

Kiprah mbah Chayat tidak hanya mumpuni dikalangan Nahdliyin saja namun dengan kebijaksanaan dan keahlian/keulamaannya menjd rujukan dlm setiap permasalahan yg dihadapi masyrakat tentang agama dalam berbagai forum Bathsul Masail tingkat Pusat ,mbah Chayat juga dipercaya sbg Pembantu Harian Bupati Nganjuk pada masa pemerintahan Bupati Soeprapto untuk menjadi pembantu Bupati pada era Tahun 60an dibidanag Kesehatan.

Pencetus Manaqib Kubro Syech Abdul Qodir Jailani di Jawa Timur.

Dalam bidang keThoriqohan,Mbah Chayat dikenal sebagai pencetus Manaqib Kubro Syech Abdul Qodir Jailani di Jawa Timur,bahkan Perhelatan yg digelar di Pusat Kota Nganjuk dihadiri puluhan ribu jamaah yg berasal dari wilayah Jawa Timur.meski dihadiri banyak massa,ketertiban dan keamanan acara mampu dikendalikan dan dikondisikan karena selain dekat dg para tokoh Agama.mbah Chayat juga disegani oleh kalangan pelaku kejahatan jalanan yg jg ikut mengamankan jalannya acara terbesar di Jawa Timur.

Rujukan Bathsul Masail NU

Sosok Mbah Chayat selalu hadir dan menjadi magnet yang dinanti ulama-ulama Nu dalam setiap perhelatan Bathsul Masail NU tingkat Pusat.dengan kemampuan dan kecerdasan beliau dlm memahami Ilmu Fiqh,disaat trjadi kebuntuan dlm pengambilan keputusan dlm sidang bathsul masail yg pernah terjdi di Komplek Wisata Religi Ampel Surabay,dengan mudah mbah Chayat memyampaikan demgan detail rujukan2 baik dari Al Quran dan Hadits dari Nomor,Halaman bahkan posisi rujukan itu ditemukan. Meski mendapat perhatian lebih dlm keilmuan dlm bathsul masail,mbah chayat kdang tidak menampakkn diri secara terbuka justru berada diantara para jamaah atau peserta yang hadir.

Sahabat Dekat dan Baiat Nabi Khidir As bersama Mbah Hamid Pasuruan

Saat berada di Pondok Pesantren Wilayah Kasingan Rembang Jawa Tengah,mbah Chayat bersahabat dekat dg Ulama yg dikenal dg keWaliannya yaitu KH.Abdul Hamid Pasuruan.dalam masa memperdalam keilmuan di Rembang, dua sahabat dekat ini juga mendapat bimbingan spiritual khusus dari Nabi Khidir As di Laut Wilayah Rembang.sehingga hikayat dan kisah2 Kyai Hamid/mbah Hamid ini memilki kemiripan2 dengan yg dialami oleh Mbah chayat.

Kedekatan dalam persahabatan antara mbah Chayat dan Mbah Hamid terjalin hingga akhir hayatnya,dimana berdasarkan penuturan langsung sang menantu KH Khunain,dengan terisak menyampaikan 4 hari sebelum Wafat,Mbah Hamid hadir dan pamit secara langsung dlm 1malam meski dg jarak wilayah yg sangat jauh dan mengabarkan bahwa tidak lama lagi dirinya akan menghadap sang pencipta.

““Waktu Yai chamid mau sedo kurang 4 hari. Sowan ke mbah kung (Mbah Chayat). Sanjang nya (Kyai Chamid Pasuruan.Red).. mbaahh aku patang dino engkas.. arep sowan pengeran. Ini mbh yai chamid rawuh ke winong keluarga tidak ada yang tahu. Ndek mau yai chamid tindak rene. Pamitan. Patang dino ngkas arep sowan. (Saat Kyai Hamid Pasuruan 4 Hari Sebelum Wafat, Datang menemui sahabatnya Kyai Chayat di Nganjuk. Dia menyampaikan 4 hari lagi saya mau menghadap Sang Kuasa.Kepada Menantunya Kyai Chayat menuturkan (Tadi Yai Chamid datang kesini mau “pamitan” tapi keluarga tidak ada yang tahu)  “tutur sang menantu KH. Khunain menirukan sang mertua Kyai Chayat saat itu.

Demikian sebuah kisah Ulama dan Kewalian yang disandang Tokoh Kelahiran Kabupaten Nganjuk yang tidak hanya memilki sumbangsih d bidang agama,sosial,pendidikan,pemerintahan dlm kehidupan berbangsa dan berbnegara namun juga memliki kepribadian yang bersahaja,sederhana dan sabar meski kemashurannya tidak hanya diwilayah Nganjuk dan Indonesia namun juga bahkan dikenal di mancanegara.

KH Chayatuddin Rozi Wafat pada tanggal 5 Januari 1986 pada usia 76 Tahun.Makamnya saat ini berada di Desa Winong kecamatan Nganjuk.

Perjuangan dan eksistensi keUlamaan Kyai Chayatuddin Rozi saat ini diteruskan Putranya yang bernama Mahfudz Charimi atau Gus Ipunk. Sedangkan Keilmuan Agama diteruskan sang menantunya dengan berdirinya Pondok Pesantren Azzahid yang berada di Desa Bonggah Ploso,Kecamatan Nganjuk.

Penulis : F.Ansyori

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *