Nganjuk, SRTV.CO.ID – Di balik rimbunnya pepohonan Kecamatan Pace, berdiri sebuah saksi bisu sejarah penyebaran kasih di tanah Jawa. Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Aditoyo, yang dirintis sejak tahun 1857, diyakini sebagai gereja tertua di Kabupaten Nganjuk.
Pendeta GKJW Aditoyo, Wawuk Kristian Wijaya, mengungkapkan bahwa komunitas ini bermula dari kelompok kecil di Warujayeng yang sempat terusir, hingga akhirnya menemukan suaka di Aditoyo.
Dipimpin oleh Raden Kerta Guno (Markus Baris), para penganut Kristiani perdana ini membangun peradaban di atas sumber air bawah tanah yang melimpah.
“Nama Aditoyo diambil bukan tanpa alasan. Secara harfiah berarti air yang luar biasa baik. Leluhur kami percaya bahwa Yesus Kristus adalah Sang Air Hidup sejati,” ujar Pendeta Wawuk saat ditemui di gereja.
GKJW Aditoya bangunannya pertama kali permanen sekitar tahun 1860-an tersebut.
Dusun Aditoyo kini dikenal sebagai “Kampung Kristen” dengan sekitar 70 Kepala Keluarga (KK). Meski mayoritas nasrani, kerukunan dengan warga Muslim terjaga sangat erat.
“Di sini kami menanamkan cinta kasih. Tidak ada aksi perundungan. Kami justru berupaya melestarikan tradisi positif agar gereja menjadi simbol kesejahteraan bagi lingkungan sekitar,” tambahnya.
Menyongsong Natal 2024 dan Tahun Baru 2025, Pendeta Wawuk membawa pesan mendalam tentang “Pertobatan Baru”. Ia menyoroti tiga poin krusial: ketahanan keluarga, kelestarian lingkungan, dan integritas bangsa.
“Kami mengingatkan pasangan suami istri untuk menjaga pondasi cinta kasih sejati, bukan atas dasar motivasi sesaat atau harta. Apa yang dipersatukan Tuhan, jangan diceraikan,” tegasnya.
Selain itu, ia mengajak lintas iman untuk menjaga alam, mengingat wilayah Pace mulai terdampak kekeringan akibat hutan yang menyusut. Penekanan keras juga diberikan kepada sektor pemerintahan.
“Natal ini adalah momentum bagi pemerintah untuk ‘lahir baru’ agar tidak korupsi. Korupsi merusak sendi bangsa dan merampas hak infrastruktur masyarakat. Kita butuh Indonesia Emas yang benar-benar emas melalui kejujuran,” pungkas Pendeta Wawuk.
Reporter : Etna Laela
Editor : Inna Dewi Fatimah












