Nganju, SRTV.CO.ID – Kepala Desa (Kades) Tekenglagahan, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Dody Wicaksono, menjadi korban teror melalui pesan WhatsApp dari sejumlah orang tak dikenal.
Peristiwa itu terjadi pada Minggu (5/10/2025), ketika ponselnya berkali-kali mendapat chat, voice note, hingga panggilan tak terjawab dari oknum yang mengaku sebagai ketua wartawan Kabupaten Nganjuk.
Dalam pesan tersebut, Dody dimintai uang dengan dalih tertentu. Menurut pengakuannya, salah satu oknum bahkan menyebut berasal dari media tipikor.
“Saya sadar, penyelenggara negara di tingkat desa memang rawan ditekan karena mengelola anggaran. Tapi kalau kita jalankan sesuai APBDes dan aturan, tidak ada yang perlu ditakutkan,” tegas Dody.
Ia menuturkan, ada tiga nama yang muncul, yakni Mansur, Rasyid, dan Darman. Namun, dirinya menegaskan sama sekali tidak pernah mengenal maupun bertemu dengan mereka. “Saya menduga mereka ini bukan orang Nganjuk. Saya juga heran bagaimana mereka bisa tahu nomor WA saya sekaligus jabatan saya sebagai kades,” ungkapnya.
Lebih jauh, Dody mengaku para oknum menggunakan kata-kata kasar yang tidak pantas hanya demi memaksa dirinya mengirimkan sejumlah uang. Menanggapi hal ini, ia mengimbau seluruh kepala desa di Nganjuk agar tetap tenang dan tidak terpancing provokasi. “Selama kita bekerja sesuai aturan, kita jangan takut. Jangan beri celah intimidasi semacam ini,” pesannya.
Dody menambahkan, dirinya bersama para kades lain akan memperkuat koordinasi dengan insan pers dan LSM lokal, agar terjalin kerja sama yang profesional dan sehat.
Selain itu, ia juga sudah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum, khususnya Kapolres dan Kajari Nganjuk, agar kasus serupa tidak kembali terjadi. “Kalau terbukti ada pelanggaran hukum, kami berharap aparat menindak tegas sesuai aturan,” tegas Dody.
Kasus ini menjadi peringatan bagi perangkat desa lain agar lebih waspada terhadap modus pemerasan berkedok wartawan. Transparansi dalam pengelolaan anggaran desa disebut Dody sebagai tameng utama untuk menangkal intimidasi dan upaya pemerasan semacam itu.
Reporter : Etna Laela
Editor : Inna Dewi Fatimah












