Berita  

PWI Pusat Kecam Keras Pengusiran Jurnalis di Ngawi, Minta Kapolres Usut Tuntas Pelanggaran UU Pers!

SRTV.CO.ID – Wakil Direktur (Wadir) Antikekerasan Wartawan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Supardi, menyampaikan kecaman keras atas tindakan pengusiran dan intimidasi yang dialami sejumlah jurnalis saat melakukan peliputan di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Bintang Mantingan, Kabupaten Ngawi. Peristiwa yang terjadi pada Jumat (5/12) ini dinilai sebagai bentuk nyata penghalangan kerja jurnalistik dan pelanggaran terhadap hak publik untuk memperoleh informasi.

Dalam siaran terbukanya, Minggu (7/12), Supardi yang akrab disapa Hardy ini secara tegas meminta aparat kepolisian bertindak cepat.

‘’Kami meminta Kapolres Ngawi untuk mengusut tuntas kasus tersebut serta menindak siapa pun yang terbukti melakukan intimidasi maupun menghalangi pelaksanaan tugas jurnalistik,’’ kata Hardy.

Hardy menegaskan bahwa tindakan mengusir atau menghambat wartawan tidak hanya bertentangan dengan prinsip demokrasi, tetapi juga merupakan tindak pidana yang diatur secara jelas dalam Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Dia merujuk pada Pasal 4 ayat (2) UU Pers yang menjamin kebebasan pers nasional dari segala bentuk penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran. Lebih lanjut, Pasal 18 ayat (1) UU Pers mengatur ancaman pidana bagi pihak yang secara melawan hukum dengan sengaja menghambat atau menghalangi kerja-kerja jurnalistik, dengan sanksi pidana penjara hingga dua tahun atau denda hingga Rp 500 juta rupiah.

Menurut Hardy, proses hukum atas kasus ini sangat penting, tidak hanya bagi jurnalis korban, tetapi juga sebagai edukasi yang kuat kepada masyarakat bahwa kebebasan pers memiliki dasar hukum yang tidak bisa diabaikan.

Hardy juga mengingatkan bahwa wartawan memiliki hak untuk melakukan peliputan di lokasi yang berkaitan dengan kepentingan publik, termasuk fasilitas layanan masyarakat seperti SPPG. Selama menjalankan tugas sesuai etika dan aturan profesi, tidak boleh ada pihak mana pun yang berhak menghalangi, mengusir, atau mengintimidasi.

Meski demikian, Hardy berpesan kepada jurnalis, khususnya anggota PWI, agar tetap menjunjung tinggi profesionalisme dan mematuhi Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

“Setiap perbuatan melawan hukum yang mengganggu kerja pers harus dilawan melalui mekanisme hukum yang berlaku,” pungkasnya.

Peristiwa yang menjadi dasar kecaman ini terjadi ketika delapan jurnalis dari berbagai media sedang meliput program pemenuhan gizi dan perkembangan kasus dugaan keracunan di SPPG Bintang Mantingan.

Saat bertugas, mereka justru diusir oleh seseorang di lokasi kejadian dan menerima ancaman intimidatif, termasuk ancaman penganiayaan. Para jurnalis korban kemudian melaporkan kasus ini ke Polres Ngawi dengan didampingi penasihat hukum untuk diproses lebih lanjut.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *