Berita  

Skandal RS Santa Clara Madiun, Bayi Dipulangkan Tanpa Pemeriksaan Dokter, Nyaris Gagal Terdeteksi Penyakit Serius

Madiun, SRTV.CO.ID – RS Santa Clara, salah satu fasilitas kesehatan swasta di Kota Madiun, kini menjadi sorotan tajam.

Bukan karena prestasi, tapi karena dugaan kelalaian medis serius yang berpotensi membahayakan nyawa pasien. Seorang bayi baru lahir dipulangkan tanpa pemeriksaan dokter spesialis anak dan kemudian terbukti mengalami gejala kuning berkepanjangan yang nyaris luput dari deteksi awal.

Kisah memilukan ini diungkap oleh Reno B.S., ayah dari bayi R.A.S., yang lahir awal Mei 2025 di rumah sakit tersebut.

Alih-alih menjalani pemeriksaan lengkap dan sesuai standar, bayi mereka justru dipulangkan hanya berdasarkan pemeriksaan bidan. Dokter spesialis anak tak pernah muncul secara fisik. Menurut pengakuan pihak rumah sakit, keputusan pemulangan hanya bermodal persetujuan via WhatsApp.

“Kami percaya pada sistem rumah sakit, tapi yang kami terima justru ketidakpedulian yang nyaris fatal. Bagaimana bisa keputusan medis ditentukan lewat pesan singkat? Ini bukan belanja online, ini menyangkut nyawa bayi!” seru Reno, penuh amarah.

Kekeliruan sistematis ini berbuntut panjang. Dua hari pasca kepulangan, bayi menunjukkan gejala kuning yang diabaikan saat kontrol ulang.

Dokter menyatakan tidak ada risiko, tapi belakangan hasil laboratorium RSUD dr. Soedono menunjukkan kadar bilirubin tinggi indikasi hiperbilirubinemia yang bisa menyebabkan kerusakan otak jika tak ditangani cepat.

“Fakta bahwa tidak ada satu pun pemeriksaan laboratorium bilirubin dilakukan sejak awal adalah kelalaian besar. Di mana protokol kehati-hatian mereka? Apakah prosedur keselamatan hanya berlaku untuk pasien kaya atau prioritas?”

Skandal ini menyingkap rapuhnya sistem pengawasan internal rumah sakit dan lemahnya pengawasan pemerintah terhadap layanan medis. Dalam surat klarifikasi setebal tiga halaman yang dikeluarkan RS Santa Clara pada 12 Juni 2025, tidak ada satu pun pengakuan kesalahan. Bahkan, tidak ada kalimat permintaan maaf.

Yang muncul justru narasi pembelaan teknis—menyatakan bayi sehat dan mengutip pendapat ahli neonatologi bahwa kuning bisa berlangsung hingga 3 bulan.

“Tak ada empati, tak ada akuntabilitas. Surat klarifikasi itu bahkan lebih dingin dari ruang ICU. Anak kami seolah dianggap statistik, bukan manusia yang pantas dilindungi,” tambah Reno.

Saat dimintai tanggapan, Sekretariat RS Santa Clara, Ferry Kristiawan, justru menyatakan dirinya tak memiliki wewenang memberi penjelasan. Ia berdalih bahwa pihak rumah sakit sedang menunggu pendapat konsultan hukum.

“Kedatangan bapak ibu secara tiba-tiba membuat kami tidak bisa memberi keterangan. Kami hanya bisa mengikuti prosedur dari direktur dan penasihat hukum,” ujarnya datar.

Pernyataan ini justru memperkuat kesan bahwa birokrasi rumah sakit lebih cepat membela institusi ketimbang melindungi pasien.

Kini, keluarga Reno telah mengajukan pengaduan resmi ke Dinas Kesehatan Kota Madiun dan tengah menjajaki jalur etik profesi kedokteran. Harapan mereka sederhana, ada keadilan, tanggung jawab, dan perubahan.

Jika benar pemulangan bayi tanpa pemeriksaan dokter spesialis menjadi praktik lazim di RS Santa Clara, maka publik patut waspada. Sistem layanan medis yang mengabaikan prosedur dasar bukan hanya lala itu kriminal. Kami mendesak Dinas Kesehatan dan lembaga etik profesi untuk turun tangan. Jangan tunggu korban berikutnya.

Reporter: Rio Hermawan

Editor: Tim Redaksi SRTV

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *