Opini  

Novi Rahman Hidayat Bukan Pengurus PKB dan Anggota Banser

Ali Anwar
Caption: Ali Anwar bersama Ketua, Sekretaris, dan Bendahara PC GP ANSOR Nganjuk. Foto dokumentasi pribadi Ali Anwar.

Oleh: Ali Anwar

Srtv.co.id – Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidhayat sejak Senin (10/5.2021) pagi sudah ramai menjadi perbincangan di dunia maya, berlanjut ke dunia nyata. Dari media ke media, dari mulut ke mulut, mengembang menjadi tema hangat dalam perbincangan.

Bupati Novi kecokok KPK dan Bareskrim Polri. Berdasarkan kabar yang beredar terkait jual beli jabatan. Jabatan di pemerintahan kabupaten, kecamatan (para camat), dan pengisian perangkat di pemerintahan desa.

Berbagai berita terus beredar. Embel-embel yang sematkan adalah bupati muda, ganteng, pengusaha, kaya, pengurus PKB, anggota Banser, aktivis IPNU, aktivis PMII, santri pondok pesantren.

Tentu semua harus didudukkan sesuai porsi secara objektif. Muda, iya baru berusia 41 tahun. Ganteng iya. Siapa bilang Mas Bupati tidak ganteng. Ganteng. Wajahnya imut, putih, bersih dengan tanda hitam di jidatnya. Istrinya pun cantik.

Pengusaha iya. Tapi sesungguhnya yang pengusaha adalah bapaknya, dan Mas Bupati adalah generasi penerusnya. Bukan berdiri mulai dari nol. Tapi generasi penerus dan bapaknya sampai sekarang masih ada, dan masih sangat energik.

Kaya, iya kaya. Karena memang sampai menjadi Dirut utama dari 36 perusahaan yang dimiliki bapaknya. Kekayaannya mencapai puncak sangat besar sekali, masuk lima besar kepala daerah terkaya di Indonesia.

Pengurus PKB? Nanti dulu. Mas Bupati tidak pernah menjadi pengurus PKB, baik di tingkat DPC (kabupaten) maupun DPW (provinsi).

Malah dia mengakui secara terbuka di Forum Musancab PAC PDIP se-Kabupaten Nganjuk, dan terbuka di media, bahwa dia adalah kader PDIP. Bukan kader partai manapun, termasuk PKB.

Yang benar, keberangkatan saat macung (mencalonkan diri menjadi) bupati yang mengusung adalah PDIP, PKB, dan Hanura.

Sekali lagi tidak pernah menjadi pengurus PKB. Malah ketika ingin menjadi pengurus PKB banyak terjadi penolakan di internal partai. Terakhir yang saya dengar akan mencalonkan diri menjadi Ketua DPD Bamusi PDIP Jawa Timur.

Bahkan setelah direkom dan diusung dan menjadi bupati, jarak belum ada satu tahun, sudah jauh dari PKB. Sudah tidak ada komunikasi.

Begitu pula dengan NU, yang memberi restu keberangkatannya sebelum direkom oleh PKB, juga sudah jauh. Tidak ada komunikasi yang baik.

Anggota Banser? Juga bukan. Tidak pernah menjadi anggota Banser. Hanya pernah memakai jaket kebesaran Banser karena membelinya kepada salah satu aktivis Banser. Hanya membeli dan memakainya. Lantas mungkin foto-foto dan selfi.

Aktivis IPNU dan PMII sebagaimana disebut dalam salah satu media, itu juga tidak benar. Tidak pernah menjadi aktivis IPNU dan PMII. Mas Bupati tidak pernah menjadi aktivis di lingkungan NU.

Santri? Iya. Santri pondok pesantren. Pernah sekolah sambil ngaji di salah satu pondok di Jombang. Tapi santri juga manusia biasa.

Tentu kejadian yang ada, saat menyimak menyesakkan dada. Kejadian yang sama dengan pendahulunya.

Pertanyaan dalam batin saya. Mengapa tidak belajar dari kasus sebelumnya? Seharusnya menjadi pelajaran berharga. Sebuah peristiwa yang seharusnya tidak terulang lagi.

Saat peristiwa terjadi di masa lalu, dengan terpilihnya Novi melalui pilkada serentak, kita semua dan masyarakat memiliki harapan baru, berlandaskan atas peristiwa yang ada. Namun nyatanya terjadi peristiwa yang sama.

Tentu banyak masyarakat yang akhirnya kecewa.

Sebuah ikhtiar maksimal saat itu, yang ternyata belum sesuai harapan masyarakat banyak. Apa kita harus berhenti ikhtiar. Tentu kita harus tetap semangat dan terus berikhtiar mencari pemimpin yang terbaik.

*Penulis adalah Mantan Sekretaris DPC PKB dan Aktivis Muda Sarjana NU Nganjuk.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *